Jumat, 05 Juli 2013

[My FF] Oh My Darling, I Love You (Chapter 2)



Title: Oh, My Darling, I Love You (Chapter 2)
Author: Anita
Genre: Romance, School life, Tragedy
Length: Chapter
Main Cast:
Suzy (Miss A)
Kim Hyung Jun (SS501)
Kevin (U-Kiss)
Support Cast:
Min Hyun (NU’EST)
Aron (NU’EST)
Attention! This is JUST FAN-FICTION. Please comment! And, happy reading~  You can follow my official Twitter: @Anita_Febriany and Language support: @KRL_Easy Thanks <3

******


Jantungku berdegup kencang. Hyung Jun ada dimana sekarang? Apa yang sedang mereka bicarakan? Hatiku tidak tenang. Tiba-tiba...
Brakkk
Suara pintu dibuka dengan kasar.
“Suzy?”
“Oppa? Tadi nenek ngomong apa? Kita di suruh berpisah?”
“Wae neon ara? (kenapa kamu tau?)”
“Apa Oppa milih berpisah?”  karena tegang, aku menangis ketakutan.
“Ani” Hyung Jun mengelus kepalaku dengan lembut.
“Jinca?”
“Ne.”
“Hah~ syukurlah.” Aku merebahkan wajahku di dadanya.
Sampai hari berganti, Hyung Jun tidak menceritakan soal pertemuannya dengan nenek. Dengan hati gelisah, aku berangkat ke sekolah.
“Suzy!” dari depan pintu kelas, tiba-tiba terdengar suara Kevin. Aku bergegas masuk ke dalam kelas.
“Ya! Kenapa buru-buru?”
“Lepaskan tanganmu! Dan jangan dekat-dekat!”
Kevin dengan senyum mengejek, dia menyindirku “Ya~ kamu pasti habis berantem.”
“Ani!”
“Suzy, sampai kapan kamu mau mengejar pak guru? Sudah, lupakan... dan jadilah pacarku...”
“Aku gak mau jadi pacarmu! Sekolah juga melarang pacaran!”
“Oh, Mian...”
“Ne!”
“Kalau jadi yeojachingu pak guru?”
Aku cuma diam dan membuang muka. Kevin juga ikutan terdiam.
Bel tanda pulang sekolah berbunyi.
“Pelajaran hari ini, cukup sampai di sini.” Hyung Jun menutup bukunya, lalu keluar kelas. Aku menatap nanar punggungnya.
Di dalam ruangan kerja Hyung Jun, aku menunggu kedatangan Hyung Jun. Tak lama, terdengar suara Hyung Jun bersama oranglain membuka pintu. Aku segera mengumpet di dalam WC.
“Data hadir siswa hari ini mana?” suara pak guru Aron.
“Ini...” suara Hyung Jun.
“Lebih baik kamu pulang Hyung Jun, pasti ada seseorang kan yang sudah menunggumu di rumah...”
“Kami berpisah tempat tinggal.”
“Jeongmal? Kasihan juga si Suzy istrimu. Kamu pasti pusing dengan masalah Suzy.”
“Hmmm...”
Aku tidak tau kenapa pak guru Aron bisa mengetahui hubunganku dengan Hyung Jun, mungkin Hyung Jun yang memberitau karena pak guru Aron adalah temannya.
“Sudah, lebik baik kamu berpisah. Memang baik membantu berdiri anak kecil yang jatuh dan menangis, tapi terus-terusan dibantu namanya sudah keterlaluan.”
“Benar juga...”
Hatiku jadi panas mendengar ucapan pak guru Aron, ditambah lagi dengan jawaban Hyung Jun.
“Oiya, ini buku yang kamu pinjam.”
“Iya, aku pamit dulu kalau begitu.”
Setelah mendengar suara pak guru Aron menjauh, aku keluar dari dalam WC.
“Suzy?” Hyung Jun terlihat sangat terkejut saat melihatku.
“Oppa mau kita berpisah kan?” tanyaku sambil menangis.
“Tapi aku tidak mau berpisah...” dengan kuat aku memeluk Hyung Jun.

******

Esokkan harinya, kami memutuskan main ke rumah kakek.
“Oppa, jamkanmanyo (tunggu sebentar)”
Aku mampir ke toko bunga, dan membeli serangkaian bunga.
Sesampai di rumah kakek, Hyung Jun mendekati dan menyapa kakek yang sedang ada di taman. Lalu Hyung Jun menerima surat yang disodorkan oleh kakek.
“Ige mwoya? (apa ini?)”
“Nenek tidak setuju dengan pernikahan ini.”
“Tapi kami sudah resmi menikah...”
“Tapi tidak menurut nenek!”
Bunga yang kupegang jatuh saat mendengar ucapan kakek.
“Kakek jahat! Dulu kakek yang menyuruhku menikah, dan sekarang aku sudah menikah dengan laki-laki pilihanku sendiri! Tapi kenapa kami di suruh berpisah?” air mataku berlinang. “Naega haraboji miweoseo! (aku benci kakek!)”
“Sudah, sudah.” Hyung Jun membawaku masuk ke dalam rumah untuk menenangkanku.
“Suzy jangan berkata begitu seperti itu kepada kakek,” kata Hyung Jun sambil menuangkan teh ke cangkir dan memberikannya kepadaku.
“Oppa, aku mohon padamu... jangan ceraikan aku...”
Hyung Jun berpikir sejenak untuk menjawab ucapanku, “Beri aku waktu untuk memikirkan jalannya.”
Hatiku benar-benar gelisah. Keesokkan harinya, aku tidak bisa kosentrasi saat belajar di sekolah. Cincin kawin yang kukalungkan, aku dekap erat di dada dan terus berdoa.
“Suzy!” Minhyun memanggilku. “Kamu kenapa? Sebentar lagi kan pemilihan ketua OSIS.”
Aku dengan Minhyun akhirnya berteman baik. Setelah membereskan buku, kami sama-sama pergi ke tempat pemilihan.
“Kamu sakit?”
“Aniyo”
Dari kejauhan terlihat Kevin berlari-lari ke arah kami. Hari ini adalah hari pengumuman hasil pemungutan suara. Kevin mendapat suara terbesar kedua.
“Kevin, apa kamu tetap menjalankan misimu meski cuma jadi wakil?” tanya Minhyun.
Tapi Kevin tidak menjawab pertanyaan Minhyun dan jalan terus menghindari kami.
“Anak itu kenapa?” tanya Minhyun polos.
Tiga hari setelah itu...
“Datanglah ke ruanganku,” isi SMS dari Hyung Jun. Aku segera bergegas menemuinya.
“Maaf membuatmu menunggu.”
“Oppa? Apa kamu akan menceraikanku?”
“Soal itu...”
“Tidak kan?” tanyaku, aku takut mendengar jawabannya. Air mataku rasanya akan keluar.
“Aku belum memutuskannya.”
Hatiku lega. Aku merasa senang, hingga detik ini aku masih menjadi istrinya.

******

“Suzy, kamu ini kenapa senyum-senyum sendiri?” tanya Minhyun bingung. Aku cuma tersenyum padanya. Aku merasa bahagia, sampai terdengar gosib “Pak guru Hyung Jun akan berhenti mengajar di sini?”
“Ne, karena bu Ahyeon akan kembali mengajar.”
“Jadi pak guru akan kembali ke SMA khusus pria?”
“Ani, katanya dia dipindahkan ke Tokyo. Pertukaran guru di SMA khusus pria.”
Wajahku memucat mendengar ucapan mereka.
“Jeongmal? Ah, aniyo... itu pasti cuma gosib.”
Aku segera minta izin pulang meski pelajaran belum selesai.  Aku beralasan kalau lagi tidak enak badan. Lalu aku berlari menuju tempat Hyung Jun. Tapi dia belum pulang, mungkin masih mengajar.
Keesokan hari, aku cuma bisa melamun di kelas sampai kena marah. Aku di suruh keluar sebagai hukumannya. Lalu aku bergegas lari ke ruangan nenek. Dia pasti bisa menjelaskan ini semua! Tapi, baru sampai di depan pintu ruangannya, aku mendengar suara Hyung Jun.
“Jadi, kamu setuju pindah ke Tokyo?”
“Iya, tapi sebagai gantinya aku mohon...”
“Ne, arayo (Ya, tau)” nenek memotong ucapan Hyung Jun.
“Suzy pasti akan sedih begitu tau kalau aku akan pindah ke Tokyo.”
Hyung Jun menolak menceraikanku, tapi sebagai gantinya dia akan pindah dan berada jauh dariku.
Pintu ruangan terbuka, “Suzy?” Hyung Jun terkejut melihatku yang sudah berdiri di depan pintu sambil menangis menatapnya. Meski dia kaget, dia berusaha tenang dan membawaku ke taman belakang sekolah.
Di taman, Hyung Jun menjelaskan panjang lebar mengenai kepindahannya. Inti dari penjelasannya, dia meminta aku untuk mengerti dan memintaku untuk tidak selalu memikirkannya dan tetap fokus dengan sekolahku dulu. Selain itu, kepindahannya ke Tokyo karena pertukaran guru.
“Oppa, kita kabur saja...”
“Suzy?”
“Aku mau berhenti sekolah! Kita kabur, dan kembali setelah nenek merestui pernikahan kita... dan batalkan kepindahan Oppa! Besok aku bolos sekolah, kita bertemu pagi buta di bandara lalu pergi dengan penerbangan pertama. Ne?”
“Suzy! Apa-apaan kamu ini!”
Aku berlari meninggalkan Hyung Jun. Memang ide yang bodoh mengajak dia kabur, tapi kami bukan sedang kawin lari! Kami sudah menikah! Aku akan tetap menunggunya di bandara besok pagi.
Aku berlari masuk ke dalam kelas, dan merapikan barang.
“Belum pulang sekolah, kamu mau kemana?” tanya Minhyun heran, tapi aku tetap pergi meninggalkan sekolah tanpa seizin guru. Cincin kawin kudekap erat. Kalau dia mencintaiku, dia pasti akan datang!

******

Bandara Incheon penuh dengan orang. Aku bergegas membeli tiket lalu memandangi seluruh pelosok bandara. Sosok Hyung Jun tidak terlihat. Waktu hendak duduk di kursi, tiba-tiba bahuku ditepuk dari belakang.
“Oppa?” aku menengok, ternyata yang menepuk bahuku Kevin.
“Ngapain kamu ke sini? tidak sekolah?”
“Mau kabur ya?”
Bukannya menjawab pertanyaanku dia malah bertanya hal lain.
“Bukan urusan mu!”
“Terus itu?” Kevin menatap koperku.
Aku cuma diam.
“Oppa tercintamu tidak akan datang...”
Mendengar ucapan Kevin, hatiku jadi tidak tenang. Karena sudah menunggu lebih dari lima menit, aku menelponnya.
“Ada apa?” tanya Kevin.
Aku masih diam sambil mengapit gagang telepon di telinga. Aku menengok jam di tanganku. Sudah jam 7, tapi Hyung Jun belum datang juga. Hatiku tambah tidak tenang. Koperku kupeluk erat-erat.
“Sudahlah, dia tidak akan datang... ayo!” Kevin memaksaku jalan.
“Tidak mau!” aku berusaha bertahan. Rasanya air mataku akan keluar. Aku percaya, Hyung Jun pasti akan datang.
“Sudah, lupakan dia!” bentak Kevin. “Aku tidak akan membiarkanmu menangis!”
Aku menatap Kevin.
Jam terus berputar, dan sekarang sudah jam 8.
“Penerbangannya jam berapa?”
“Tidak tau,”
“Aisssh! Lihat di tiketmu!” melihatku hanya menunduk diam, akhirnya Kevin ikutan diam.
“Habis ini mau kemana?” suara Kevin terdengar sedikit melembut.
“Entahlah, aku malas pulang.”
“Kalau begitu, kabur bersama aku saja!”
Kevin menarik tanganku, dan tepat saat itu pesawat akan take off. Kami menuju pesawat.
Aku melihat layar telepon genggamku. Tidak ada telepon balik maupun SMS dari Hyung Jun. Air mataku mengalir lagi. Aku melihat ke jendela dan menunggu sosok Hyung Jun, tapi masih saja tidak terlihat. Kevin yang duduk di sampingku terus berusaha menghiburku.
Akhirnya kami tiba di jepang. Perjalanan membutuhkan 2 jam dari korea ke jepang.
Setibanya, kami langsung naik bis untuk menuju pusat kota. Di bis Kevin banyak bercerita, dia bercerita dengan riang “Selama ini aku belum pernah ke jepang. Kalau kamu?”
Aku menggeleng pelan.
“Jeongmalyo? Wah, di usia kita sekarang ini kita termasuk orang yang cukup berani jalan berdua ke negara yang belum pernah kita datangi,” katanya sambil melihat-lihat pemandangan di luar.
Seandainya Hyung Jun tau aku kabur bersama Kevin, apa dia akan marah? Aku diam memikirkan Hyung Jun. Tidak terasa hari beranjak malam
“Pemandangan malam di sini sangat indah,” dia menjerit girang saat kami turun dari bis. Kami berhenti di sebuah pusat kota. Apakah ini yang namanya Tokyo?
“Kita keliling kota yuk?” ajak Kevin. Tapi karena hari semakin gelap, aku menyarankan pada Kevin untuk tidak berkeliling.
Di taman pusat kota, kami melihat pemandangan dari atas menara. Benar-benar kota yang indah, coba Hyung Jun melihatnya.
“Suzy...” panggil Kevin.
“Ne?”
“Coba kau lihat ke sana, orang-orang itu tampak kecil dari sini.” Kevin menunjukan ke suatu tempat, dan aku melihat ke arah yang di tunjuk Kevin. Tiba-tiba dari kerumunan orang-orang itu, aku melihat wajah Hyung Jun.
Jantungku mulai berdetak kencang. Mungkinkah itu Hyung Jun? Aku cepat-cepat berlari menuruni menara.
“Suzy!”
Aku yakin itu Hyung Jun. Aku melihatnya.
Kevin bergegas mengejarku, “Suzy! Kamu kenapa?” tanyanya menghalangiku.
“Aku melihat Oppa...”
“Mwo?”
“Hyung Jun oppa, aku melihatnya... di kerumunan orang-orang itu...”
“Sadarlah suzy! Dia gak tau kalau kamu ada di sini...” Kevin mengguncang-guncangkan tubuhku.
“Tapi tadi aku benar-benar melihatnya...” ucapku sambil menangis.
Kevin memelukku, “Dia tidak di sini... yang ada cuma aku...”
Aku melepas diri dari pelukan Kevin. Kevin benar, Hyung Jun tidak ada di sini. Mungkin itu hanya khayalanku saja, karena aku terus memikirkannya.
“Kita harus cari hotel buat menginap.”
Lalu kevin berjalan di depan, aku mengikutinya dari belakang. Tapi aku berhenti tepat di sebuah pohon. Aku mengambil pisau kecil yang ada di dalam tasku, lalu ku ukirkan kata-kata di pohon itu.
“Suzy! Ayo!” panggil kevin tidak sabaran.
Lalu aku berlari menghampiri Kevin. Aku yakin, Hyung Jun pasti ada di sini dan melihat ukiranku.
Aku berjalan sambil di gandeng Kevin. Aku sedikit lega karena ada Kevin. Kami terus mencari hotel, tapi selalu di tolak. Dengan lemas kami berjalan ke stasiun kereta.
“Sepertinya malam ini kita harus menginap di sini. maaf ya Suzy...”
Kami sekarang berada di jepang, negara yang belum pernah kami kunjungi dan kami tidak memiliki sanak saudara di sini. Apakah aku dan Kevin akan jadi gembel di sini? dengan tidur di stasiun? Aku menghela napas panjang.
Kevin lalu berdiri ke mesin penjual minuman otomatis, tak lama dia kembali membawa minuman kaleng.
“Ini apa?”
“Sake.”
“Sake?” mataku terbelalak tidak percaya.
“Iya... ini bisa memberimu ketenangan.”
Dengan ragu-ragu aku mengambil sake itu dan membuka kaleng sake itu lalu meminumnya.
“Suzy?” Kevin menatapku lekat-lekat.
“Hm?”
“Boleh tidak, aku....” wajahnya mendekat ke mukaku.
Aku menghindar, lalu meminum lagi sake ku.
“Aku mau lagi.”
“Sudah cukup...”
Kevin lalu mengajakku jalan-jalan keliling kota lagi.
“Oppa jahat!”
“Suzy, aku gendong ya? Sepertinya kamu mabuk.”
“Aku suka sake...”
Kakiku terasa lemas.
“Kita ke sana saja yuk?” Kevin menunjuk ke suatu tempat, tapi kepalaku terasa berat dan kesadaranku menghilang.

******

“Ah!” aku terdasar, diriku ternyata ada di atas kasur. Aku berusaha bangun, tapi kepalaku terasa sakit. Mungkin karena semalam aku mabuk.
Tiba-tiba dari sebelah terdengar suara pria menyapa, “Good morning...”
Mataku terbuka lebar melihat Kevin tidak memakai baju dan aku memakai gaun tidur.
“Kamu ngapain di situ?”
“Kamu lupa ya sama kejadian semalam?”
Aku bangkit dari tempat tidur dan berlari ke kamar mandi. Aku cuci muka lalu mengganti pakaianku.
Tok! Tok! Tok!
Kevin mengetuk pintu.
“Kevin semalam kita ngapain?” teriakku dari dalam kamar mandi.
“Semalam aku menciummu, lalu kamu tertidur. Terus...”
“Nappeun!” air mataku mulai keluar.
“Meski mabuk, aku bisa bedakan kamu dengan Hyung Jun oppa!” aku membuka pintu kamar mandi lalu mendorong tubuh Kevin, terlihat di wajahnya dia tampak terkejut.
“Aku juga tidak ingat kalau kita ke hotel!” aku lalu berlari keluar dan segera koper kutenteng.
“Suzy! Mau kemana?” teriak Kevin mengejarku.
“Aku mau pulang!”
Aku cepat-cepat lari ke lift. Saat menunggu lift, kevin datang dan menahanku.
“Kamu pulang kemana? Semalam aku tidak mengganggu mu...”
“Tapi aku mau pulang!” pintu lift terbuka, aku bergegas akan masuk ke dalam. Tapi tangan Kevin menggenggam erat tanganku.
“Lepaskan!” aku memberontak dan berhasil lepas.
Tombol tutup segera kupencet.
“Ya! Bae Suzy!” kevin telat masuk.
Sesampainya di lobi, dengan sekuat tenaga aku berlari. Aku berlari tanpa arah, membuatku capek. Tempat ini sangat asing bagiku.
Waktu melihat ke arah pohon, aku jadi ingat semalam aku membuat ukiran di pohon itu. Aku mendekati pohon itu, ada ukiran orang lain di situ.
Aku segera melihat dan membaca ukiran itu ‘kamar hotel 501, no. telepon 011-501-xxxx aku tunggu kabarmu. Hyung Jun oppa’
Yang kulihat semalam itu benar Hyung Jun, dia mencariku sampai ke sini. Tapi aku tidak bisa menemuinya, Hyung Jun pasti kembali ketempat ini lalu aku mengambil pisau kecil dan merangkai kata-kata lagi
‘Mianhae, oppa. Annyeonghi gaseyo. Saranghae.’


To Be Continued...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar