Jumat, 19 Juli 2013

[My FF] My Boyfriend is a DUCK!


Title: My Boyfriend is a DUCK!
Author: Anita
Genre: Romance
Length: Oneshoot
Main cast:
-          Kim Shin Yeong
-          Chen (EXO-M)
-          Kai (EXO-K)
Rating: NC-21
Note: “Maaf ya, yang minta Sequel-nya ‘A Were Dog Boy’ gak bisa saya kabulkan. Karena masih banyak cerita-cerita yang mau saya tulis. Dan, ini korean NC fan-fiction saya yang terakhir. Mungkin, nanti, selesai bulan puasa Ramadhan saya akan bikin lagi. Ahahaha Dan maaf kalau yang ini kurang hot.”  – @Anita_Febriany (Official twitter)
Ok, Please comment ^^ Happy reading!!!

******


Ting… Tong…
Bel tanda pulang sekolah berbunyi.
“Kim Shin Yeong!” panggil seseorang. Tapi aku tidak menoleh ke arahnya.
“Wae?” jawabku yang masih sibuk membereskan buku-bukuku yang ada di atas meja.
“Hari ini, aku dan Jiyeon tidak bisa main ke rumahmu. Besok saja ya, Eotte?”
Mendengar ucapannya, aku langsung menatapnya “Di rumahku tidak ada orang… kau tau kan, kedua orang tua ku pulang kerjanya malam…” kataku sambil menggengam tangannya, berusaha untuk membujuknya.
“Mianhae, aku harus membantu ibuku berjualan di Namdaemun, sedangkan Jiyeon katanya akan pergi bersama Sehun oppa hari ini.”
Aku baru menyadari kalau Jiyeon tidak bersamanya, aku mencari-cari sosoknya di dalam kelas tapi itu anak sudah tidak ada. Pasti dia sudah keluar kelas dari tadi tanpa memberitahuku.
Aku menghela napas panjang. Aku bisa mengerti keadaan Dani, di hari sabtu seperti sekarang ini dia memang selalu membantu ibunya di Namdaemun, pasar teradisional yang terbesar di Korea itu. Tapi Jiyeon? Menyebalkan!
“Geurae,”
“Kalau aku ada waktu, aku akan main ke rumahmu. Annyeong!”
“Ne… Annyeong!” aku melambaikan tanganku pada Dani yang sudah berjalan keluar kelas. Lalu aku bangkit dari bangkuku sambil membawa tasku.
Aku menghela napas panjang (lagi). Entah sudah berapa banyak helaan napas yang keluar untuk hari ini, “Kenapa di malam minggu sekalipun mereka harus lembur!?” gumamku sedikit kesal pada kedua orang tuaku.
Padahal kemarin, Dani dan Jiyeon berjanji akan bermain ke rumahku untuk menginap. Tapi mendadak Dani tidak bisa karena tetap harus membantu ibunya, sedangkan Jiyeon lebih mementingkan Sehun ketimbang aku yang sahabatnya sendiri.
Sepanjang perjalanan, aku diam dan terus menatap jalan yang ada di depanku.
“Kwek! Kwek! Kwek! Kwek!” terdengar suara bebek yang ribut. Kucari-cari dimana suara itu berasal. Saat aku mencari, ternyata sumber suara itu ada di Selokan tidak jauh dari aku berdiri.
Selokan itu tidak ada airnya alias kering, dan kedalamannya sampai batas lututku. Di Selokan itu aku melihat dua ekor anak bebek yang berwarna kuning sedang berusaha memanjat naik. Mereka terlihat kesulitan memanjat karena Selokan itu terlalu tinggi untuk ukuran mereka yang tingginya hanya sekitar 5cm. Ah tidak, mungkin lebih tinggi (sedikit).
Kenapa dua anak bebek ini bisa ada di Selokan? Kuhampiri, lalu aku berjongkok dan berusaha mengambil mereka untuk membantunya keluar. Saat aku akan mengambil mereka, salah satu dari mereka sempat mondar-mandir menghindari tanganku yang akan menangkapnya.
Berhasil menangkap ke dua bebek itu, aku langsung meletakan mereka “Nah, sekarang kalian bebas…” kataku pada mereka seraya berdiri dan pergi meninggalkan mereka.
Aku sibuk membersihkan ke dua telapak tanganku yang kotor. Dan, baru beberapa langkah aku berjalan meninggalkan mereka, “Kwek! Kwek! Kwek! Kwek!” aku mendengar lagi suara bebek-bebek itu.
“Apa mereka mengikutiku?” saat melihat ke bawah, ternyata aku benar. Kedua anak bebek itu ternyata sudah berada di sebelahku dan menatapku, “Kenapa kalian mengikutiku?” tanyaku, tapi mereka hanya terpaku menatapku.
Lalu aku berjongkok untuk berbicara pada mereka, “Dengar, aku ini bukan induk kalian. Jadi jangan mengikutiku. Araseo?” kataku sambil mendorong tubuh kecil mereka dengan pelan.
Belum jauh aku melangkah meninggalkan mereka, suara bebek-bebek itu terdengar lagi. Aku mempercepat jalanku, tapi suara bebek-bebek itu terus terdengar, “Aisssh! Apa aku ini terlihat seperti induk mereka? Kenapa mereka terus mengikutiku? Aku tidak mungkin memelihara bebek di rumah.” Aku pun mengacak-acak rambutku kesal.
Aku membalikan badanku, dan benar! Mereka berlari menghampiriku. “Kwek! Kwek! Kwek! Kwek!” ribut mereka sesaat sudah berasil menghampiriku. Mungkin mereka berbicara ‘Bolehkah kami ikut bersamamu? Kami sudah tidak punya ibu’ tapi entah lah, aku tidak mengerti bahasa bebek.
Aku berjongkok dan mulai berbicara (lagi) dengan mereka, sebenarnya aku malu melakukan ini. Jelas saja, jika orang lain melihat, aku bisa di katakan orang gila.
“Apa kalian mau ikut bersamaku?” tanyaku.
“Kwek!” jawab salah satu bebek tersebut. Apakah itu artinya ‘iya’?
“Baiklah!” kataku, lalu mengambil mereka. Untung kedua bebek ini masih kecil, jadi aku bisa membawanya dengan mudah.

******
“Aku pulang…” kataku sambil membuka pintu rumahku. Tapi tidak ada seorangpun yang menjawab. Jelas saja, karena kedua orang tuaku pulang malam di hari sabtu seperti sekarang ini. Malam minggu kulewatkan sendiri. Tanpa kedua orang tuaku, sahabatku dan… tanpa pacar.
Jiyeon sering menyarankan padaku untuk mencari pacar, bahkan dia pernah mengenaliku pada teman cowoknya. Tapi aku selalu menolaknya. Entahlah, mungkin belum ada yang cocok.
Sesampainya di dalam rumah, aku langsung membawa dua ekor bebek itu masuk ke dalam kamarku. Dan meletakan mereka di lantai.
“Kalau ibu dan ayahku sudah pulang, aku akan meminta mereka membuatkan rumah untuk kalian berdua,” kataku pada mereka.
Saat sedang berbicara pada mereka, aku melihat ada sebuah pita yang terikat di kaki mereka. Pita merah dan pita biru.
“Apa kalian hewan peliharaan seseorang?” tanyaku. Tapi mereka hanya diam menatapku.
Aku menghela napas
“Kalian tunggu di sini, jangan buat kamarku berantakan. Aku akan kembali membawakan makanan untuk kalian.” Lalu aku berjalan keluar kamar, menuju dapur.
“Bebek makannya apa?” gumamku sesaat sampai di dapur. Aku melihat-lihat seisi kulkasku, akhirnya aku mengambil beberapa lembar roti tawar dan susu.
Sesampainya di dalam kamar, aku meletakan semangkok susu dan sepiring roti tawar itu di lantai. “Ini! Semoga kalian suka,” kataku. Mereka langsung menghampiri mangkok dan piring yang kuletakan.
Lalu aku berjalan menuju lemari pakaian ku. Saat aku membuka pakaianku, Kulihat bebek yang berpita merah sedang menatapku tapi langsung di dorong oleh bebek berpita biru.
“Aneh!” gumamku pelan, lalu melanjutkan kegiatanku.

******

“Apa ini cukup untuk mereka?” tanya ayahku sesaat dia selesai membuat rumah untuk kedua bebek itu.
“Shin Yeong, apa ini sudah cukup?” tanya ayah lagi.
“Ah, Iya…” kataku sambil mengangguk.
Aku yang terlalu fokus memperhatikan ibuku yang sedang memandikan kedua bebek itu di keran air depan rumah, jadi tidak mendengarkan ayahku.
Pagi ini, aku, ibu dan ayahku sibuk mengurus kedua bebek itu. Ayah dari subuh sudah bangun dan masuk ke dalam gudang untuk mengambil kayu dan peralatan lain, padahal semalam dia pulang larut malam sekali. Sedangkan ibu sibuk memandikan mereka, dan aku? Aku sibuk melihat kedua bebek itu lagi di mandikan oleh ibuku. Entah kenapa, saat melihat bebek-bebek itu, apalagi yang berpita merah, auranya saat sedang menatapku membuatku tidak nyaman.
“Aku akan meletakan rumah mereka di sini, agar kamu bisa memantaunya dari depan jendela kamar kamu,” kata ayahku sambil merapikan alat-alatnya.
Aku pun mengangguk.
“Ya sudah, ayah dan ibu akan berangkat kerja dulu ya…” Lanjutnya.
Di hari minggu ayah dan ibu juga harus pergi bekerja? Bisa tidak, kalau hari minggu minta libur? Hanya untuk hari minggu saja… Ingin rasanya aku mengatakan itu semua pada mereka!
Aku melirik jam tanganku. Jam sembilan, ayah dan ibuku berangkat kerja memang jam sembilan.
“Baiklah,” kataku.
“Jaga rumah ya…” ayah mengelus kepalaku dengan lembut, tapi aku hanya membalasnya dengan senyuman.
Lalu ibu menghampiriku, dan menyerahkan kedua bebek itu padaku.
“Kalian sudah punya rumah sekarang,” kataku pada kedua bebek yang sekarang berada di tanganku.
Aku bangkit dari tempat aku duduk, dan berjalan menghampiri rumah yang di bangun ayahku. Lalu aku melihat ke arah jendela kamarku yang berada di lantai dua, “Aku bisa memantau kalian dari sana,”
“Sekarang kalian tetap di sini, aku akan bawakan kalian makanan,” kataku sambil memasukan mereka ke dalam rumah barunya. “Jangan keluar-keluar!” kataku sedikit membentak mereka, karena bebek yang berpita merah mencoba untuk keluar.
Sesampainya di dalam dapur…
“Ibu berangkat ya sayang,” kata ibuku sambil mencium keningku.
“Ayah juga ya…”kata ayah sambil mengelus kepalaku, lalu bergegas pergi.
Aku hanya tersenyum pada mereka, dan melambaikan tangan dengan semangat.
“Bebek makannya apa?” aku bertanya pada diriku sendiri, saat melihat seisi dapur. Aku benar-benar tidak tau, makanan bebek itu sebenarnya apa. Akhirnya roti tawar dan susu lagi lah yang jadi tujuanku ke dapur.

******

Derrrtt Derrrtt
Suara ponselku bergetar menandakan ada pesan masuk. Lalu aku menghampiri ponselku yang berada di atas meja belajar, dan melihat siapa yang mengirimkan pesan padaku.
Jiyeon? Pesan masuk itu ternyata dari Jiyeon, “Ada apa dia kirim pesan malam-malam begini?”
“Shin Yeong, mianhae… waktu itu, aku kabur. Karena Sehun oppa tiba-tiba mengirimku pesan bahwa dia sudah menungguku di depan sekolah. Jadi aku buru-buru, dan aku tidak bisa main ke rumahmu. Dani pasti sudah menjelaskannya, kan? Tapi, bisakah sepulang sekolah besok kau ikut denganku? Ada yang ingin berkenalan denganmu. Namanya Luhan, dia cowok yang tampan. Ne?”
Selesai membaca isi pesan Jiyeon, aku meletakan ponselku kembali ke atas meja. Aku malas membalas pesannya. Tidak penting bagiku, yang terpenting sekarang bagiku untuk mengurus kedua anak bebek. Entah kenapa ada perasaan sebal juga dengan sikap Jiyeon, padahal aku sudah tau kalau sikapnya memang begitu. Karena aku dan Jiyeon sudah berteman sangat lama.
“Kwek! Kwek! Kwek! Kwek!” terdengar suara ribut bebek-bebekku dari luar. aku berjalan menghampiri jendela kamarku untuk melihatnya. Saat jendela kamarku aku buka lebar-lebar, tiba-tiba hujan turun dengan lebatnya.
Aku mendongakkan kepalaku melihat ke langit, “Ada apa ini?” gumamku. Lalu aku menutup kembali jendela kamarku. Baru saja bergerak satu langkah,
JEDAAAARRRR!!!!!
Terdengar suara hantaman benda besar dari luar. Suaranya begitu keras, sontak membuatku kaget, “Apa ada TV tetangga yang tersambar petir?” pikirku. Tapi tidak mungkin, suara tadi seperti bukan suara TV yang tersambar petir. Lebih terdengar seperti meteor yang jatuh, dan suaranya tepat berada di depan rumahku.
Apa mungkin…
“Bebek-bebekku!!!” mataku membulat lebar setelah menyadarinya.
Aku langsung berlari keluar rumah dengan tergesa-gesa, rasa panik menjalar ke seluruh tubuhku.
Sesampainya di depan rumah bebek-bebekku berada, aku terduduk lemas. Ternyata suara keras itu bukan datangnya dari rumah mereka. Tapi… aku baru menyadari, hujan lebat itu sudah tidak ada. Dan aku duduk di tanah yang kering, seperti baru saja tidak terjadi hujan lebat.
Lalu aku berdiri, dan mulai berjalan lambat menghampiri rumah bebek-bebekku. Tapi saat melihat ke dalam rumah mereka, mereka tidak ada.
“Mereka kemana?” tanyaku sambil terus mencari-cari mereka tapi tetap tidak ketemu. Aku terduduk lemas lagi di tanah, dan air mataku mulai menggenang di pelupuk mataku yang siap tumpah membasahi kedua pipiku, namun dengan cepat aku menghapusnya dengan jari tanganku.
Tiba-tiba dari belakang seperti ada seseorang yang membelai rambutku dengan lembut, saat aku mendongakkan kepalaku untuk melihat siapa yang membelai rambutku.
Aku langsung berdiri dan mengambil langkah menjauh dari kedua cowok itu, “Nu…Nuguseyo?” tanyaku tergagap.
Tapi kedua orang cowok itu hanya tersenyum mendengar pertanyaanku. Senyumannya membuatku takut. Apa mereka pencuri?
“Tolong!!! Emmmh” aku menjerit minta tolong, tapi langsung terhenti karena bibirku sudah dibungkam oleh bibirnya, bibir dari salah satu cowok itu.
Deg! Jantungku berdetak kencang. Aku mencoba mendorong tubuhnya, agar aku bisa melepas ciumannya. Tapi tangannya menahan tengkukku untuk memperdalam ciumannya.
“Kai, hentikan. Jangan membuatnya takut. Kita ini kan peliharaannya,” kata cowok yang dari tadi berdiri di belakangnya. Lalu cowok yang menciumku ini, langsung melepaskan ciumannya.
Peliharan? Cowok yang satunya, baru saja mengatakan kalau mereka itu hewan peliharaanku? Apa jangan-jangan mereka berdua ini adalah bebek-bebekku?
“Gwaenchanayo?” tanya cowok itu.
Aku tersadar dari lamunanku, dan langsung melihat lengannya. Cowok yang ada di hadapanku sekarang ini, memakai pita warna biru. Sedangkan cowok yang di panggil Kai, yang menciumku tadi, memakai pita warna merah.
“Apa… kalian adalah bebek-bebekku?” tanyaku ragu-ragu.
Dan cowok yang memakai pita biru di lengannya, mengangguk menandakan Iya. Aku hanya diam membatu, tubuhku seperti tidak bisa bergerak. Aku benar-benar terkejut dengan semua ini.
Hujan? Meteor jatuh? Ah, bukan, suara tadi bukan suara meteor jatuh. Buktinya rumahku baik-baik saja. Apa aku sedang bermimpi?

******

Sekarang hari-hariku ditemani oleh kedua siluman bebek ini, Chen dan Kai. Itu nama mereka. Kenapa aku mengatakan mereka siluman? Karena saat ada orang lain, mereka akan berubah menjadi bebek. Mereka akan jadi manusia hanya di depan ku.
“Aku Chen dan dia Kai,” kata cowok yang berpita warna biru dilengannya, saat memperkenalkan dirinya padaku.
Awalnya aku benar-benar menganggap ini semua hanya mimpi, tadi saat tersadar… aku benar-benar di dunia nyata, duniaku. Aku berkali-kali memukul pipiku karena tidak percaya. Tapi, satu minggu telah berlalu. Dan, mereka sampai sekarang terus bersamaku.
“Aku lapar,”
Suara Kai menyadarkan lamunanku.
“Aku lapar,” katanya lagi.
“Kalau lapar, ya makan saja!” kataku sedikit kesal karenanya.
“Boleh?”
“Iya, kamu boleh…” belum sempat aku melanjutkan kalimatku, tiba-tiba saja Kai mendorong tubuhku ke atas tempat tidur.
Dia tersenyum, “selamat makan,” katanya sambil mencium bibirku dengan buas. Bibirku dihisap atas dan bawah secara bergantian, dan mengulumnya lalu menekannya agar lebih dalam.
Tok! Tok! Tok!
“Kai!!! Apa kau di dalam???” teriak Chen dari luar kamar, dan terus mengetuk pintu kamarku. Entah sejak kapan pintu kamarku sudah terkunci. Mungkin Kai yang menguncinya saat aku sedang melamun.
Braaakkk!
Suara pintu yang di buka dengan kasar, karena di tendang oleh Chen.
Di pintu kamar, Chen berdiri mematung dengan raut muka yang campur aduk antara marah dan kaget. Sementara di atas tempat tidur, Kai terus menciumku. Membuatku sulit untuk bernapas. Semenit kemudian, Kai baru tersadar kalau Chen sedang melihatnya berciuman denganku.
“Kamu sedang apa berdiri di situ?” tanya Kai saat melihat Chen yang diam mematung di depan pintu kamar.
Mendengar pertanyaan Kai, Chen langsung tersadar.
“A…apa yang sudah kau lakukan pada Shin Yeong!” bentak Chen tapi dengan suara tergagap.
“Kenapa? Bukankah kita harus melakukan ini kalau mau jadi manusia?” ucapnya berbalik bertanya.
Tapi Chen hanya diam dan menundukkan kepalanya.
“Apa maksudmu?!” bentakku sambil mendorong tubuh Kai yang berada di atasku. Kai langsung terjatuh, dan Chen langsung berjalan menghampiri ku.
“Sebenarnya, jika di antara kita berdua bisa menjadi pacarmu. Kita bisa kembali menjadi manusia dan gak harus berubah menjadi bebek lagi jika orang lain melihat kita,” kata Chen mencoba menjelaskan padaku dengan suara yang lirih. Kai yang sedang berdiri dibelakangnya, hanya menganggukkan kepalanya tanda setuju dengan ucapan Chen.
“Saat berpacaran, manusia selalu melakukan ‘itu’ kan?” tanyanya tiba-tiba.
Melakukan..itu? Aku hanya bisa menelan ludahku mendengar pertanyaannya.
“Jadi, maukah kamu jadi pacarku?” tanya Kai sambil berjalan menghampiriku. Aku yang masih terduduk di atas tempat tidur, langsung mundur untuk menghindari Kai.
“Tutup pintunya Chen!” perintah Kai lalu naik lagi ke atas tempat tidurku dan menatapku. Chen dengan nurut langsung berjalan menghampiri pintu kamar untuk menutupnya.
Aku benar-benar ketakutan, aku jadi terpojok oleh kedua cowok ini. Tanpa berkata-kata, Kai langsung menerkamku seperti serigala. Ditindih dan diciuminya sekujur tubuhku. Aku tidak bisa menghentikannya. Dan entah sejak kapan, Kai sudah berhasil membuka bajuku dan bra ku.
Tangannya menjelajah ke sekujur tubuhku. Meremas-remas payudaraku. Dan jemarinya langsung menyelip masuk ke dalam rokku, menusuknya ke lubang vaginaku.
“He…hentikan! kalau orang tua ku sudah pulang, akan ku laporkan!” ancamku yang berusaha melepaskan diri.Tapi Chen yang sudah naik ke tempat tidurku, langsung memegangi kedua tanganku. “I…ini namanya pemaksaan!!!” jeritku. Kai tidak memperdulikan ancamanku, lalu melepas kaos, dan celana jeansnya sendiri.
“Kai, aku mohon lepaskan aku,” bisikku lemah.Tapi Kai membalas dengan ciuman di bibirku. Kemudian Kai mulai menciumi sekujur tubuhku dan ketika tepat di vaginaku dia membuka pahaku lebar-lebar lalu menunduk, wajahnya mendekati vaginaku. Dia menjilati vaginaku dan membasahinya dengan saliva.
Chen  yang menonton itu hanya bisa menelan ludahnya berkali-kali. Matanya terus memperhatikan Kai.
Mungkin karena sudah tidak tahan, dia segera membuka baju, celana jeansnya, berserta celana dalamnya. Dan dia benar-benar sudah neked sekarang.
Chen langsung mendorong tubuhku agar tiduran, dan terlihat jelas di depan wajahku juniornya yang sudah menegang. Lalu dipaksanya aku untuk mengemut juniornya. Aku yang hanya bisa menggelengkan kepala untuk menolaknya. Tapi tangan Chen lalu meremas dengan kasar kedua payudaraku, “Aaahhh…” desahku keras, yang membuat Chen langsung memasukan juniornya ke dalam mulutku.
Kai yang dari tadi menjilati vaginaku, tiba-tiba langsung memasukan juniornya. “Emmmhhh,” aku tidak bisa berteriak karena ada juniornya Chen di mulutku. Kai mencoba mendorong juniornya masuk.
“Aaahhh…” desahnya saat sudah berhasil masuk ke dalam vaginaku. Lalu dia menggesek juniornya dengan tempo lambat.
Aku meremas paha Chen menahan rasanya perih yang ku rasakan saat junior Kai masuk, sampai membuat air mataku mengalir. Diusapnya air mataku oleh Chen dengan lembut. Lalu aku mulai kuemut juniornya naik-turun, dan kuhisap kuat-kuat.
“Aahhh… Ssshhh… Aahhh…” desah Kai saat dia mempercepat gejotannya. Tubuhku jadi terhentak-hentak karena gerakan cepat Kai yang menggenjot juniornya.
Aku hanya memejamkan mata, dan terus mengulum junior Chen. Sampai akhirnya cairan putih kental milik Chen langsung memenuhi ruang mulutku, dengan susah payah aku berusaha menelannya.
Setelah hampir 20 menit Kai menggenjot juniornya di lubang vaginaku, akhirnya Kai mengerang dan memuntahkan lahar spermanya di dalam.
“Bisakah kita gantian?” tanya Chen pada Kai, lalu Kai bangkit dan menarik juniornya yang masih tegang dari lubang vaginaku.Dan Chen segera mengambil alih posisi Kai, tapi Chen menarik lenganku dan membalikan tubuhku. Aku tidur tengkurap sekarang.
Chen mendorong pantatku untuk sedikit menungging, agar dia bisa memasukan juniornya yang basah karena cairannya dan salivaku.
Kai yang sekarang berada di posisi Chen, langsung menggenggam tanganku untuk menuntunku mengocok juniornya.
Lalu aku mendekatkan wajahku. Tanganku memegang juniornya dan kukulum juniornya sehingga membuatnya mendesah.
“Aaahhh…” desahnya dengan mata yang terpejam sambil mendorong kepalaku agar lebih dalam mengulumnya. Kai memaju-mundurkan kepalaku  diselangkangannya.
Aku terus memasukan juniornya ke dalam mulutku, lalu kukulum sambil mengocoknya.
Chen yang berusaha memasukan juniornya, saat juniornya benar-benar sudah masuk kelubangku dengan perlahan dia menggeseknya.
“Mian,” katanya, lalu mempercepat gerakannya.
“Aaahhh… ssshhh… aaahhh” Chen terus semakin kuat menghentakkannya di lubangku sambil mendesah keras. Ujung penisnya menusuk-nusuk lubangku yang terasa sesak karena juniornya yang semakin membengkak.
Lalu ditekannya dalam-dalam juniornya dan akhirnya Chen menyemprotkan spermanya.
Aku melepaskan kulumanku di junior Kai, “Aaahhh…” desahku saat menikmati muntahan sperma Chen.
Tubuh kami berkilat oleh keringat dan dari lubangku meleleh sperma kental milik Chen dan Kai.
“Aaakkkhhh…” desahku keras, karena Kai meremas kedua payudaraku dengan kasar.
“Siapa yang menyuruhmu berhenti!”
Kai mencoba mendorong kepalaku lagi agar aku terus mengocok dan mengulum juniornya, tapi Chen menepis tangan Kai.
“Jangan kasar dengan Shin Yeong!” bentak Chen pada Kai.
Aku yang menungging, akhirnya tumbang. Aku mencoba mengatur napasku.
Chen yang melihatku sudah lemas itu langsung mengeluarkan juniornya dari dalam lubangku, lalu mengusap kepalaku dengan lembut.
Kai yang masih belum puas, menarik lenganku paksa untuk bangkit dan memasukan juniornya ke vaginaku yang duduk di pangkuannya. Aku mendesah kesar.
“Aaahhh… aaahhh…” desahnya sambil menaik-turunkan tubuhku.
Chen hanya bisa diam melihat perlakuan Kai terhadapku.
Aku pun mengimbangi dengan bergoyang naik-turun. Kai yang melihat payudaraku naik-turun itu juga, lalu meremasnya dengan kasar. Sementara, aku hanya memejamkan mata menahan perlakuan Kai.
Sambil terus menaik-turunkan pinggangku, dan Kai melumat dan menjilat payudaraku sebelah kiri dan sebelah kanan masih di remasnya dengan kasar.
“Sudahlah Kai, kamu sudah sangat keterlaluan…”
Chen menarik paksa lenganku agar terlepas dari Kai.
“Bukankah memang harus begini?” perotes Kai saat aku benar-benar sudah tidak berada di dekapannya.
“Tapi, cukup sampai di sini!” bentak Chen, lalu dia menatapku.
“Mianhae, Shin Yeong…” kata Chen sambil mengelus pipiku dengan lembut.
Aku hanya menundukkan kepala, diam.
Chen yang menatapku penuh kecemasan, lalu berkata “Maukah kamu jadi pacarku?”
Aku pun menganguk. Lalu Chen memeluk tubuhku sambil mengelus-elus rambutku. Terlihat bahwa Chen sangat bahagia dengan jawaban yang sudah aku berikan padanya.

The End…!!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar