Selasa, 25 Juni 2013

[My FF] The Beginning of Kiss




Title: The Beginning of Kiss
Author: Anita
Genre: Romance
Length: Oneshot
Main Cast:
Krystal (F(X))
Sehun (EXO-K)
 Jiyong or G-Dragon (Big Bang)
Rating: PG-17
Attention! This is just fan fiction. You can read my fan fiction in my personal blog www.saykoreanfanfiction.wordpress.com  Please comment. Happy reading...


******



Hampir sebulan Sehun tidak menelponku atau mengirimku SMS. Sambil menghela napas panjang, aku menatap layar telepon genggam milikku yang tak kunjung berbunyi. Ngomong-ngomong soal pertengkaran, jumlah pertengkaranku dengan Sehun sejak SMA mungkin sudah sebanyak jumlah orang-orang yang tinggal di Korea.
Kami selalu sekelas selama tiga tahun di SMA. Kami selalu bertengkar tiap kali bertemu di kelas. Tapi pertengkaran kali ini berbeda. Karena itu, aku akan menunggu sampai Sehun minta maaf padaku. Kali ini, aku benar-benar tidak akan memaafkannya! Kalau Sehun sampai tidak minta maaf, lebih baik kami putus!
Bulan februari tahun ini adalah hari valentine terakhirku di SMA ini. Aku sudah tau kalau aku dan Sehun memilih universitas yang berbeda. Saat itu, aku memberanikan diriku untuk memberikan cokelat  pada Sehun. Sudah tiga tahun aku dan Sehun sekelas. Kalau ada pertengkaran di antara kami, biasanya hanya sebatas pertengkaran antar teman.
Aku selalu naksir Sehun. Sehun cukup populer di sekolah. Orangnya suka bercanda. Wajahnya cukup tampan, dan Sehun punya banyak penggemar di kalangan anak-anak perempuan. Aku pasti menyesal seumur hidupku kalau tidak menyatakan perasaanku pada Sehun sekarang! Karena itu, aku memutuskan untuk melakukannya pada valentine kali ini!
Menjelang hari valentine, Sehun malah menyatakan perasaannya duluan kepadaku secara tiba-tiba. Dan secara kebetulan, aku menemukan selembar foto diselipkan ke dalam bukunya. Mengapa Sehun membawa-bawa fotoku? Aku merasa senang. Ternyata Sehun menyatakan padaku dengan malu-malu,
“Aku suka padamu Krystal.”
Aku tidak percaya. Tanganku gemetar. Cokelat yang dibungkus dan diikat dengan pita berwarna pink terlepas dari tanganku. Sehun segera mengambilnya.
Saat itu, jam sekolah telah usai dan tak seorangpun berada di dalam kelas. Kami berdua makan cokelat itu sama-sama. Cokelat itu sangat manis dan agak sedikit pahit. Ternyata rasa manis dan pahit itu sama seperti perasaan cinta Sehun kepadaku.
Siapapun tidak akan berpikir, kalau cinta itu tidak akan manis terus. Namun kenyataannya, cinta itu ada manis dan ada pahitnya. Dan, saat bersama Sehun yang kurasakan ada perasaan bahagia dan sedih. Lebih baik, aku tidak memikirkannya! Walaupun sebenarnya, aku sulit untuk tidak memikirkannya.
Aku merasa, kisah cinta romantis kami dimulai sejak hari valentine itu. Akan tetapi... sepertinya hanya kisah valentine itu saja satu-satunya kenangan paling romantis antara aku dan Sehun.
Musim dingin tiba. Acara kelulusan SMA telah berakhir. Kami berdua melanjutkan sekolah di universitas yang berbeda. Kami tidak bisa bertemu lagi setiap hari. Aku jadi merasa cemas. Sehun memang mengatakan kalau dia suka padaku. Dan aku percaya, kalau masa depan kami nanti akan baik. Tapi selama tiga bulan pacaran, tidak ada hal romantis yang aku alami dengan Sehun. Berciuman saja belum pernah!
Sikap Sehun tidak pernah berubah meskipun dia mengatakan suka padaku. Sehun masih mendahulukan janjinya dengan teman-temannya. Dia selalu ingkar janji denganku.
“Krystal, dalam kereta api tadi aku menerima SMS,” katanya saat kami memulai kencan.
“Hmmm... senang ya?” jawabku pura-pura tenang.
“Dia anak perempuan yang sangat manis,”
“Oh, begitu ya. Kalau begitu, kenapa gak pacaran saja dengannya?” jawabku dengan nada tajam seperti biasanya.
Apakah aku tidak manis?! Aku sudah berusaha untuk pura-pura tenang. Aku ingin Sehun bisa membaca isi hatiku dibalik sikapnya itu. Di dalam hatiku, aku ingin sekali berteriak ‘Aku tidak ingin mendengar hal seperti itu!!!’ hatiku sakit, seperti ditusuk seribu jarum mendengar Sehun mengatakan hal itu padaku.
Aku jadi ragu pada perasaan Sehun. Sikap pura-pura itu sama saja dengan ketidak jujuran kan? Aku benci pada diriku sendiri!
Apakah pacaran memang seperti ini? Kalau begitu, lebih baik kami berteman saja! Tidak perlu berpura-pura tenang dan membiasakan diri jadi romantis. Sabar adalah pertahananku yang paling besar!
Waktu itu, Sehun memelukku dari belakang dan berbisik ‘Aku suka Krystal’ di telingaku. Aku jadi tersipu-sipu malu. Dan mungkin saja aku akan berteriak ‘Kyaaaaaaa’. Tapi kali ini aku malah jadi sebal. Aku ingin dia lebih mementingkan diriku ketimbang teman-temannya. Egois memang... tapi aku ini adalah pacarnya. Aku ingin Sehun membuktikan kalau aku ini adalah gadis spesial pilihannya. Aku ingin merasa yakin kalau Sehun memang menyukaiku.
Sehun bukan hanya mengatakan hal yang buruk seperti itu. Dia juga jarang bersikap romantis kepadaku, seperti saat dia mengatakan suka padaku. Sehun memang jahat! Kali kini pertengkaran kami sangat hebat.
Hari minggu itu, aku dan Sehun berniat untuk pergi nonton film. Sebelumnya Sehun terus-menerus mendesakku untuk nonton film itu.
“Kita pergi nonton film yuk?”
Dengan senang hati, aku mengiyakan ajakannya. Saat itu kami sedang kencan. Aku tidak akan lupa. Rumah ku dengan Sehun hanya berjarak beberapa meter saja. Kami memang bertetangga. Oleh karena itu, kami selalu berjalan-jalan ke taman dekat rumah untuk kencan. Kami berjalan beriringan.
“Hari minggu nanti, Luhan mengajakku untuk menonton konser Super Junior.” Katanya dengan nada riang.
“Apa? Hari minggu ini?”
“Iya. Jika aku ikut, Luhan pasti akan senang. Makanya aku akan ikut menonton.” Kata Sehun.
Aku sama sekali tidak ingin Sehun pergi dengan Luhan. Tapi sebaliknya, dengan wajah ceria dan perasaan senang dia mengatakan hal itu padaku.
“Aku sudah lama tidak pergi dengan Luhan. Kalau ada waktu senggang, Krystal nonton juga ya. Kamu mengidolakan Donghae kan?” kata Sehun bersemangat.
Aku kaget karena Sehun melupakan janjinya padaku untuk hari minggu nanti. Perasaanku menjadi sedih.
“Bagaimana? Krystal nonton ya.” Sehun masih tidak menyadari perasaanku.
“Aku... tidak akan pergi. Kamu pergi saja berdua.”
“Kenapa?” tanyanya heran.
“Sehun benar-benar lupa?”
“Lupa apa?”
“Janji Sehun...!”
“Janji? Memangnya aku janji apa?” jawab Sehun dengan muka datarnya.
Mendengar ucapannya membuat hatiku terasa membeku. Sehun benar-benar lupa. Dengan mudahnya Sehun melupakan janjinya padaku. Bagi Sehun hal itu hal biasa... Baginya lebih penting main dengan teman-teman SMA-nya terutama pada Luhan, ketimbang bertemu denganku. Ini sudah terjadi berapa kali. Apa Sehun sudah tidak menyukaiku?
“Ternyata Sehun memang benar-benar sudah lupa...” kataku dengan suara pelan, seolah-olah aku sedang berbicara sendiri.
“Ada apa Krystal?” kata Sehun sambil tertawa.
Aku menatap wajahnya dengan kemarahan yang siap meledak keluar seperti bom.
“Sehun masih tidak sadar juga?!” kataku membentak. Bentakanku begitu saja keluar jadi mulutku.
“Krystal? Apa yang membuatmu marah? Apa kamu cemburu dengan Luhan? Luhan itu bukan perempuan.”
“Kalau gak ngerti juga, ya sudah!”
Tiba-tiba mukanya jadi serius.
“Ada apa Krystal? Jelaskan padaku! Aku gak ngerti.” Kata Sehun dengan wajah yang berubah jadi seram.
Apa boleh buat. Aku sudah mencoba untuk bersabar, tapi kini aku benar-benmar marah.
“Kalau Sehun ingin terus bermain dengan teman-temanmu seumur hidup, ya sudah!”
“Ada apa sih Krystal? Jangan seperti anak kecil begini dong!”
“Aku memang anak kecil!!!”
“Ada apa sebenarnya? Jelaskan padaku! Kamu ini kan sudah kuliah, benar-benar tidak berubah. Dasar anak perempuan!”
“Ya sudah, pacaran saja sana dengan Luhan yang seorang laki-laki! Kalau Sehun bisa bersikap lebih lembut, aku akan berubah. Aku hanya ingin disayangi sebagai seorang gadis, dan sebagai pacarmu!”
Tanpa sadar aku berteriak padanya. Perasaanku sudah meluap-luap. Hatiku terasa sakit.
“Krystal, ada apa? Kamu sebenarnya kenapa?”
“Sehun gak sadar kalau bagi Sehun aku hanyalah seorang gadis yang tidak penting!”
“Krystal... kenapa kamu nangis?” kata Sehun menatapku dengan bingung.
“Aku sudah memberikan cokelat pada Sehun pada hari valentin. Tapi ternyata Sehun sama sekali gak tau artinya!”
Aku berbalik membelakangi Sehun dan berlari. Butiran air mata meleleh di pipiku. Hatiku sakit sekali.
“Krystal! Tunggu...!” teriak Sehun memanggilku dari belakang. Tapi aku terus berlari dari taman sambil menagis tersedu-sedu. Aku tidak mau menoleh ke belakang!

******


Aku benci Sehun! Kali ini, aku tidak akan memaafkannya! Aku capek bersabar terus untuknya. Dasar Sehun bodoh! Kalau Sehun mau nonton konser Super Junior dengan Luhan, ya sudah!
Senangnya kalau Sehun tidak jadi nonton konser. Senangnya kalau hari minggu nanti turun hujan yang lebat. Dan seandainya saja ada angin topan dan badai di hari minggu nanti. Bahkan jika bom perang Korea Selatan dan Korea Utara sampai ke sini pun aku akan senang! Jika tidak ada konser Super Junior di dunia ini, aku akan lebih senang!
 Jika teringat kejadian itu, aku jadi ingin menangis lagi. Dadaku terasa sakit seperti di cabik-cabik. Sudah satu minggu sejak kejadian hari itu. Tidak ada telepon atau SMS dari Sehun sama sekali. Seolah-olah hubungan kami benar-benar sudah berakhir.
Sudah berapa kali aku melewati malam-malam sedih? Akhirnya hari minggu pagi pun tiba. Hari ini aku terjaga karena suara hujan lebat. Apakah Tuhan mendengarkanku? Kenapa hujannya turun selebat ini? Apa aku sedang bermimpi? Aku menepuk-nepuk pipiku pelan, aku terkejut menatap langit. Berarti hari ini Sehun tidak jadi pergi dengan Luhan?
Aku menatap butiran air hujan yang turun. Rasanya aku jadi segar. Biar tau rasa dia! Perasaan senangku ini hanya sekejap saja.
Jarum jam terus berdetak berputar. Hari telah menjadi siang, dan aku merasa kesal. Hujan turun terus menerus. Hari minggu di bulan Mei. Ayah dan ibuku sedang pergi ke Tokyo. Aku seorang diri siang ini. Rumah terasa sepi. Tiba-tiba aku merasa hidup sebatang kara. Entah kenapa, aku malah jadi merasa sedih. Rasa sakit hatiku menjadi bergejolak.
Seharusnya aku membenci Sehun, tapi sekarang ini yang ada terus di dalam pikiranku adalah Sehun.  Aku seperti orang bodoh saja. Ternyata isi kepalaku hanya Sehun, Sehun, dan Sehun,,
Kenyataan itu membuatku kesal. Apa yang harus kulakukan? Aku tidak dapat bertemu dengan Sehun. Namun, pikiranku selalu tertuju padanya. Jika memikirkannya, perasaanku jadi tidak menentu.
Apa yang harus kulakukan?? Aku benar-benar bingung. Mungkin aku dan Sehun harus berpisah. Namun sampai saat ini, aku selalu memikirkannya. Aku tidak bisa berpisah dengannya jika aku masih saja memikirkannya.
Bunyi suara hujan telah membawa ingatanku kembali.  Kenangan akan Sehun yang membuatku bahagia. Kini, kemarahanku berubah menjadi kesedihan.
Sehun memang pelupa, dan tidak peka. Dia sering sekali lupa janjinya padaku. Dia mendahulukan janjinya dengan sesama anak laki-laki. Dia sama sekali tidak memahami romantisme anak perempuan. Dia bahkan tidak pernah menciumku!
Aku merasa bahwa selama tiga tahun di SMA, cintaku kepadanya hanya bertepuk sebelah tangan. Tapi pada akhirnya, perasaanku kepadanya bisa tersampaikan. Kenapa aku harus marahan dengannya sekarang?
Sehun... mengapa semudah itu dia melupakan janjinya? Pikiran itu membuat hatiku seperti tenggelam oleh air hujan yang lebat.
Perasaanku terombang-ambing. Aku ingin mengirimnya SMS, tapi... Dia yang salah, dia melupakan janjinya! Hah~ Aku seperti sedang berbicara kepada diri sendiri saja. Tapi Sehun tidak SMS apalagi menelponku juga, apa yang harus kulakukan...?
Hujan di bulan Mei kian menipis. Suara hujan di jalan juga makin tidak terdengar.  Hujan telah berhenti. Kilauan sinar matahari mulai terlihat di awan.
Aku berpikir untuk menelpon Sehun. Saat aku meraih telepon, tiba-tiba telepon itu berbunyi. Apakah mungkin itu Sehun? Jantungku mulai berdetak cepat. Aku mencoba menarik napas dalam-dalam seraya berusaha untuk menahan gejolak di hatiku. Aku menenangkan diriku sejenak. Dengan perlahan, aku menekan tombol dan bicara pada telepon.
“Halo? Ini dengan Krystal Jung...”
“Ah, Krystal? Ini aku, Sehun...”
 Sehun? Sehun memanggil namaku dengan nada suara yang tidak berubah, tetap bersemangat dan riang.
“Sehun...”
Tiba-tiba saja aku tidak bisa berkata-kata.
“Krystal?”
“Sehun... bagaimana dengan konsernya?”
Aku benar-benar tidak tau harus ngomong apa.
“Karena hujan lebat, aku putuskan untuk tidak pergi nonton konser. Ngomong-ngomong, Krystal sudah lihat belum?”
“Apa?”
“Krystal tidak lihat?”
“Lihat apa?”
“Pergi ke jendela, dan lihatlah!”
“Baiklah.”
“Cepat... Cepat...” desaknya.
Aku tidak mengerti tapi aku segera berlari menuju jendela.
“Kamu sudah di depan jendela?”
“Iya.”
“Lihatlah ke langit. Ada sebuah kado yang luar biasa dariku untuk mu.” Kata Sehun dengan nada yang bangga.
Aku mendongakkan kepalaku melihat ke langit. Pelangi! Wah, indahnya! Aku melihat di langit itu terjuntai jembatan pelangi yang besar dan luar biasa indahnya.  Tiba-tiba aku kehilangan kata-kata. Aku sangat suka melihat pelangi setelah hujan turun.
Selama beberapa saat, tanpa kata-kata aku menatap langit sambil tetap menggenggam telepon.
“Wah, pelanginya indah sekali...!” tanpa sadar aku berteriak.
Aku jadi melupakan pertengkaran kami. Aku bahkan jadi lupa dengan rasa sakit hatiku.
“Bagaimana? Kamu suka?”
“Iya. Indah sekali...”
“Hebat kan...?” kata Sehun dengan bangga.
“Loh, kok Sehun jadi merasa bangga?”
Tanpa kusadari aku tertawa. Tapi kata-kata Sehun berikutnya membuatku ingin menangis.
“Saat aku melihat pelangi, aku segera berpikir apakah Krystal melihatnya juga.”
“Oh, Ya?”
“Kalau kamu tidak melihatnya, aku berniat memberitahu mu.”
“Sehun...”
“Krystal, mengenai hal itu...”
“Ya?”
“Aku telah melupakan janjiku. Maafkan aku. Saat itu aku gak ngerti kenapa Krystal marah padaku. Aku benar-benar minta maaf karena membuatmu marah. Aku baru ingat akan janjiku itu setelah aku melihat kalender di meja belajarku. Aku merasa harus minta maaf padamu, tapi aku tidak punya keberanian. Aku memang bukan pacar yang baik untukmu.”
“Sehun...”
“Krystal, apakah masih bisa?”
“Masih bisa apa? Nonton film? Masih, sekarang adalah pemutaran film terakhir.”
“Bukan, bukan nonton film.”
“Bukan? Terus apa?”
“Tentang perasaan Krystal...”
“Perasaanku?”
“Iya, apakah kamu masih menyukaiku?”
“Sehun...”
“Aku memang jahat. Aku pikir, aku dapat membuatmu cemburu dengan mengatakan kalau aku mendapatkan SMS dari perempuan lain. Krystal... aku benar-benar minta maaf.” Kata Sehun dengan serius di telepon.
Aku senang karena dia sudah minta maaf padaku. Walaupun aku sangat marah padanya, tapi saat mendengar kata-katanya itu aku sudah memaafkannya. Akhirnya aku menyadari bahwa Sehun memang begitu sejak SMA.
Aku memang bodoh! Kenapa aku tidak mengerti perasaan Sehun? Aku hanya memikirkan perasaanku saja! Kami berdua sama-sama keras kepala dan tidak jujur satu sama lain.
Sehun telah menyadari perasaanku. Ini adalah hadiah terbaik yang paling romantis di dunia ini. Benar-benar kado yang luar biasa.
“Krystal, ada satu lagi hadiah dariku.”
“Apa itu?”
“Kalau aku memang dimaafkan, tolong lihat sekali lagi ke luar jendela. Tapi kali ini, lihatlah ke bawah.”
“Memangnya ada apa?”
Pada saat aku mengintip ke bawah jendela, tampak Sehun sedang berdiri di pintu gerbang rumahku. Aku ingin segera berada di sampingnya. Dengan sengaja dia datang ke rumahku. Dia akan memberikanku hadiah lagi. Apa ya? Dasar Sehun!
“Sehun...!”
Aku membuka jendela kamarku yang berada di lantai dua, dan melambaikan tanganku kepadanya sambil tetap menggenggam telepon di tangan kananku.
“Krystal! Maafkan aku ya...?” teriak Sehun dengan suara nyaring sambil menghadap ke arah jendelaku.
“Sudahlah, aku sudah gak marah lagi kok!” teriakku dari jendela.
Kali ini aku meletakkan telepon di telingaku.
“Sehun, teleponnya sudah dulu ya. Sekarang masuklah.” Kataku.
Aku segera meletakan teleponku dan berlari menuruni tangga.

******

“Sehun...!” teriak sesaat setelah aku muncul di depan pintu rumah. Sehun membawa payung basah di tangan kirinya dan menggenggam telepon genggam di tangan kanannya. Dengan ragu-ragu, Sehun mendekatiku.
“Krystal, maafkan aku.”
“Sudahlah, ayo masuk.”
“Apa... gak apa-apa?”
“Iya, gak apa-apa. Ayah dan ibuku lagi tidak ada di rumah.”
“Kalau begitu, permisi...”
Dengan ragu-ragu, Sehun melepaskan sepatunya dan masuk ke dalam rumah. Aku menyiapkan minuman dapur, sedangkan Sehun duduk di kursi dapur.
“Apa apa? Santai saja...”
“Aku benar-benar senang Krystal mau memaafkanku.”
“Tapi aku masih sebal karena Sehun lupa sama janji kita.”
“Sudah gak lupa lagi kok. Kita pergi nonton yuk? Kamu mau gak?”
“Benar nih?”
“Iya.”
“Kalau begitu, kamu minum dulu ini.” Kataku sambil menyodorkan minuman teh pada Sehun.
“Terima kasih.”
Dengan perlahan, Sehun mendekatkan cangkir teh ke bibirnya.
“Wah, enak.”
“Benarkah?”
“Iya. Krystal memang pintar bikin teh.”
“Iya dong. Aku ini kan anak perempuan,” jawabku dengan bangga.
“Aku sudah tau...” kata Sehun sambil menatap langsung ke arah mataku.
Entah kenapa, tiba-tiba jantungku jadi berdebar-debar. Lalu aku mengalihkan pandangan dan segera mengubah topik pembicaraan.
“Ngomong-ngomong Sehun, telepon genggam itu...”
“Oh, ini? Aku membawanya dengan sengaja.”
“Kenapa?”
“Orang-orang rumah suka menguping pembicaraanku. Karena itu aku pikir lebih baik telepon dari luar rumah saja. Tadi aku memang sengaja ingin ke rumahmu. Kemudian hujan berhenti, dan pelangipun muncul.”
“Oh, begitu ya...”
“Pelangi itu sangat indah. Aku pikir jika kuhadiahkan untuk Krystal, mungkin kamu mau menerimanya.”
“Aku senang kok!”
“Benar? Jangan bercanda...”
“Aku gak bercanda. Aku tidak tau kalau Sehun bisa seromantis itu,” kataku sambil menuangkan teh ke cangkir Sehun yang telah kosong.
“O iya, katanya ada satu kado lagi. Apa?”
“Eh, anu...”
“Apa? Apa yang mau Sehun hadiahkan untukku? Kamu gak bawa apa-apa. Apa ada di saku celanamu? Apa itu berlian?”
“Dasar bodoh! Bukan...! Hadiahku adalah ini...” sambil berkata seperti itu, mendadak Sehun bangkit dari kursinya dan memelukku yang sedang berdiri di dekatnya.
Deg! Debar jantungku kian mengencang. Kemudian bibir Sehun menyentuh bibirku. Saat itu, seolah-olah waktu berhenti. Untuk pertama kalinya, Sehun melakukan ini...
Detik berikutnya...
Prrrang!
Tangan Sehun yang memeluk pingganggku menyenggol cangkir teh yang ada di atas meja. Cangkir teh itu terjatuh. Aku melepas diriku dari ciuman Sehun secara tiba-tiba. Dengan sigap aku mengambil cangkir teh itu. Dan aku bergegas mengambil tissu di dapur.
“Tehnya...”
“Maaf...” kata Sehun buru-buru membantuku membersihkan teh yang tumpah.
Mengapa ini bisa terjadi? Ciuman pertamaku seharusnya jadi kenang-kenangan terindah. Tapi yang kulakukan malah sibuk mengelap tumpahan teh. Sebal! Sebal! Padahal perasaanku sudah tenggelam dalam suasana romantis. Namun tiba-tiba saja aku harus tersadar dari suasana romantis itu. Dasar Sehun bodoh!
“Maafkan aku Krystal,” kata Sehun dengan wajah bersalah.
“Aku tidak akan percaya Sehun lagi!”
“Aku memang tidak tau malu,” katanya dengan muka yang memerah.
Melihat Sehun yang menunduk malu itu membuatku tertawa.
“Hahahaha”
“Ada apa? Kenapa kamu tertawa?”
“Kamu sih... Hahaha”
“Jangan bercanda! Awas ya kamu...”
“Kyaaaa”
Sehun melingkarkan lengannya dikepalaku dengan gerakan seolah-olah sedang memiting lawan.
“Sudah dong. Aduh~”
“Makanya, jangan bercanda. Aku sudah mati-matian berusaha mengeluarkan keberanianku untuk menciummu.”
Sehun meletakan tangannya di bahuku. Dan jantungku mulai berdebar-debar lagi.

******

Aku tidak ingin pergi kuliah! Kata-kata itu terus terdengar di telingaku. Apakah itu bisikan setan? Pagi hari bis menuju tempat kuliahku penuh sesak. Aku jadi ingat saat pertama kali naik bis ke sekolah.
Sejak bulan April kemarin aku masuk kuliah. Aku harus lebih sering bersosialisasi. Meskipun begitu, aku punya banyak teman saat SMA dulu. Aku sering bercanda dengan teman-temanku. Masa-masa SMA memang masa-masa yang menyenangkan. Ada suka, maupun duka yang kualami. Tapi itu membuat banyak kenangan tersendiri.
Tapi sejak masuk kuliah, entah kenapa aku jadi tidak bisa bergaul seperti waktu SMA dulu. Aku lebih banyak menghabiskan waktu di toko buku dekat kampusku. Aku suka membaca komik dan novel.
Saat masuk kuliah, anak-anak perempuan di kelasku rata-rata sudah membentuk geng persahabatan. Tidak mudah bagiku untuk bergaul dengan orang-orang yang membentuk geng seperti itu. Tapi aku selalu memberanikan diri untuk menegur teman-teman sekelas.
Waktu sudah berjalan 2 minggu. Aku tetap tidak bisa bergaul dengan teman sekelasku. Tidak ada pilihan lain selain mencari teman di beda jurusan.
Sejak masuk kuliah, aku jarang berbicara. Aku lebih sering duduk sambil mendengarkan musik atau baca komik atau novel sebelum dosen masuk ke dalam kelas.
Sekarang minginjak bulan Mei dan aku masih sendiri, belum memiliki teman. Anak-anak perempuan di kelasku sering menjadikan aku sebagai bahan gosib mereka.
“Krystal itu sombong ya!”
Aku makin menutup diri dari teman-teman. Sungguh menyedihkan, makan siang sendirian tanpa seorang teman.
Aku berlari menuju loket karcis kereta api. Aku tidak mau pergi kuliah! Lalu aku berlari menuju pintu pemeriksaan karcis kereta.
Hari ini aku bolos kuliah. Aku ingin libur. Pokoknya hari ini aku tidak mau pergi kuliah! Kata-kata itu terus bergema di telingaku. Tadinya, tidak pernah terlintas di pikiranku untuk bolos jam kuliahku. Untuk pertamakalinya, aku memutuskan untuk bolos kuliah!

******

Aku keluar dari kereta. Sinar matahari menyilaukan. Aroma musim panas bulan Mei terasa di sepanjang jalan. Mataku menyipit menatap ke langit.
Baiklah! Hari ini aku bolos!
Ada perasaan bersalah mengganjal di hatiku. Entah kenapa, debar jantungku bertambah cepat. Seram juga, baru kali ini bolos kuliah dan pergi jalan-jalan sendiri sejauh ini.
Angin bulan Mei berhembus nyaman di pipiku. Kulihat sinar matahari terlihat berkilauan. Nah, sekarang aku mau pergi kemana?
Aku duduk di tangga batu depan museum. Di depan tangga batu tersebut ada taman luas dengan hamparan rumput menghijau. Di samping taman, ada pohon-pohon yang rindang. Angin meniupkan rasa hangat.
Aku bangkit lalu menuju pintu masuk museum. Di dalam museum terasa sepi.
“Mungkin, jika aku ke sini dengan Sehun akan menyenangkan. Hm, tapi sekarang dia pasti lagi kuliah. Sekarang kan jam kuliahnya.” gumamku.
Lalu aku membeli denah pada petugas museum. Petugas museum itu memperhatikanku dengan penuh kemesuman.
Dengan perasaan sedikit gelisah, aku melihat-lihat isi museum. Suasana di dalam museum sangat tenang. Aku berjalan perlahan sambil melihat lukisan-lukisan yang di pajang.
“Kamu! Museum belum di buka, kenapa kamu masuk. Belum boleh masuk! Cepat keluar!”
Tiba-tiba terdengar suara laki-laki galak dari arah belakangku.
Apa yang harus kulakukan? Jantungku mulai berdetak kencang. Aku tidak dapat berbalik karena takut. Aku seperti anak ayam yang ketakutan. Gimana ini?
“Kamu dari universitas mana?” Terdengar suara berwibawa dari arah belakang punggungku. Karena takut, aku tidak dapat membalikan badanku.
Aku bersiap kabur dari tempat ini. Tapi baru saja bergerak satu langkah saja, lengan tangan kananku sudah di tangkap oleh sebuah tangan.
Apa yang harus kulakukan? Lututku gemetaran. Aku berteriak dalam hati. Dengan takut-taku aku membalikkan badanku.
Apa? Ternyata yang menangkap lenganku adalah seseorang anak laki-laki dan usinya sepertinya tidak jauh dariku. Saat kami berpandangan, anak laki-laki itu tertawa hingga giginya itu keliatan.
“Lucu ya? kamu kira aku petugas museum ini ya?” katanya sambil tertawa dan melepaskan lenganku.
“Apa?” kataku tidak percaya.
“Seperti beneran saja ya? lucu kan? Hahaha mungkin aku bisa jadi pengisi suara, bagaimana menurutmu?”
Dasar! Ternyata dia cuma bercanda dengan suara galaknya itu. Tadinya ku pikir dia seorang pria besar dan menyeramkan seperti petugas museum tadi.
Aku terduduk lemas di lantai. Apa-apaan dia? Tidak lucu! Tapi aku lega dia bukan pengawas museum.
“Hey! Kamu baik-baik saja? Maaf ya.”
Anak laki-laki itu ikutan duduk di lantai sambil menatap wajahku. Dia sedikit membungkukkan badannya dan menatap wajahku yang tertunduk dengan cemas.
“Kamu gak apa-apa?” katanya.
Dia menatapku sambil tersenyum. Aku melihat senyumnya, sepertinya dia tidak jahat. benar-benar senyuman yang ramah. Aku merasa lega, saking leganya tak terasa air mataku mulai menggenang di pelupuk mata.
“Tu...tunggu dulu. Jangan menagis...” katanya serba salah melihat air mataku.
“Aku cuma bercanda. Sungguh! Aku tidak bermaksud jahat. Apalagi membuat seorang gadis menangis. Maaf ya...”
“Aku gak apa-apa. Aku cuma kaget saja.” jawabku tergagap. Aku menatap matanya lalu mencoba untuk berdiri.
“Kamu baik-baik saja? Aku benar-benar minta maaf. Aku cuma bercanda. Habisnya aneh sekali, museum baru buka udah ada pengunjung.”
“Aku bolos kuliah.”
“Oh... maaf ya.” dia membungkukkan badannya.
“Tapi, perbuatan bolos itu gak baik loh!” katanya bercanda sambil menjulurkan lidahnya.
“Oh iya, aku benar-benar minta maaf ya? aku tidak bermaksud membuatmu menangis.”
“Iya, aku hanya merasa lega. Kamu hampir membuatku jantungan.”
“Benarkah? Hahaha maaf ya.”
“Tapi, kamu juga kenapa jam segini sudah datang ke museum?”
“Aku juga bolos kuliah. Tapi ini bukan yang pertama kalinya bagiku.” Katanya sambil tertawa ringan.
“Saat membolos, apa kamu ke museum ini terus?”
“Tidak, biasanya aku pergi main ke game canter.”
“Oh, begitu ya...”
“Aneh ya?”
Melihat gayanya itu aku jadi tertawa. Entah kenapa, aku merasa kalau anak laki-laki ini seperti kakakku saja. Aku merasa dekat dengannya.
Hari ini, kami yang tidak saling kenal satu sama lain, membolos dan datang ke museum pada hari dan jam yang sama. Benar-benar suatu kebetulan yang aneh. 
“Jika kamu kesal dengan perbuatanku tadi, ngomong aja ya...” katanya tiba-tiba seperti bisa membaca apa yang terlintas di pikiranku.
“A...”
“Apa?” kataku.
“Aku bukan laki-laki genit loh. Demi tuhhaaannn!” katanya tiba-tiba.
Aku tertawa terbahak-bahak mendengar ucapannya itu. Dengan perasaan aneh, aku menatap wajah anak laki-laki itu lekat-lekat.

******

“Ayo dong Krystal! Jangan menatapku terus. Ngomonglah sesuatu.”
Aku duduk berdua dengan anak laki-laki yang baru saja kukenali itu di tangga batu depan museum. Kami ngobrol sambil minum cocacola kalengan.
“Aku sangat senang. Akhirnya aku memiliki teman membolos.” jawabku jujur sambil menatap wajah anak laki-laki itu.
Dia mempekenalkan dirinya. Nama anak laki-laki itu adalah Jiyong. Panggilannya GD.
“Panggil aku GD saja. Teman-temanku juga panggil aku begitu. Aku panggil kamu Krystal saja ya? Boleh gak? Kita kan teman membolos,” katanya sambil tertawa.
Kami melihat-lihat lukisan bersama. Kami cepat akrab. Ini adalah suatu hal yang aneh.  Anehnya lagi, kami menyukai lukisan yang sama. Ketika kami tau kalau kami menyukai lukisan yang sama, aku dan GD terkejut dan tertawa.
Aku banyak cerita dengan GD. Kami keluar museum dan duduk di tangga batu sambil melipat lutut. Kami terus bercerita sambil berjemur. Setelah aku bercerita tentang diriku dan tentang Sehun juga, GD pun bercerita tentang dirinya.
GD bercerita kalau dulu dia bersekolah di SMA swasta khusus pria. Di SMA-nya memberlakukan sistem SKS seperti di perguruan tinggi. Hari ini GD kuliah siang hari, sedangkan dari pagi dia sudah datang ke museum sekedar untuk berjalan-jalan.
 “Oh, kamu sering datang kemari?”
“Iya, aku sering datang kemari setiap pagi jika jam kulahku siang. Hanya sekedar jalan-jalan dan menghirup udara.”
“GD suka melihat lukisan ya?”
“Tentu saja.”
“Aneh bagiku seorang laki-laki suka melihat-lihat lukisan,” kataku sambil tertawa.
Tiba-tiba GD ikut-ikutan tertawa.
“Sebenarnya aku ingin jadi pelukis, tapi orangtuaku tidak setuju. Dan aku di masukan kuliah di jurusan komunikasi.”
“Jadi pelukis? Tidak jadi pengisi suara? Kamu cocok jadi pengisi suara anime.”
“Aku baru mengatakan keinginanku pada mu loh! Ah, jadi malu nih!”
“Kenapa kamu mengatakan rahasiamu kepadaku?”
“Krystal cantik sih...!”
Kami tertawa berdua.
“Oh iya GD, apa yang kamu lihat pada diriku?” tanyaku sambil menatapnya.
“Hm, kamu pendiam. Rambutmu hitam. Kamu cantik tapi pemalu.”
“Cantik? Aku cantik? Wah, GD pintar memuji ya,” kataku tertawa. GD ikut tertawa.
“Aku sering bicara seperti itu ke gadis-gadis kok. Hehehe” kata GD tersenyum nakal.
“Apa katamu? Dasar anak laki-laki!” kataku seraya memukulnya pelan.
Tapi, selama berpacaran dengan Sehun tidak pernah dia memujiku dengan sebutan ‘cantik’ apalagi ‘manis’
“Krystal?”
“Iya?”
“Kenapa melamun? Apa yang sedang kamu pikirkan?” tanyanya sambil menatapku.
“Bukan apa-apa.”
“Oh iya, Krystal juga lembut. Lembut seperti anak anjing.”
“Apa? Anak anjing?”
“Hahaha...”
“GD!”
“Hahaha Krystal lucu ya. Gampang digodain. Tapi aku benar-benar nyesel kok, udah bikin kamu kaget hari ini. Aku gak nyangka kejadiannya akan seperti itu.”
“Sudahlah!”
“Oh, tidak bisa... Aku harus minta maaf sekali lagi. Walaupun begini aku ini laki-laki yang sopan loh.”
“Benarkah?”
“Iya, benar... Ngomong-ngomong, Krystal suka ice cream?”
“Iya, sangat suka...”
“Yasudah, beli sana!”
“GD!!” kataku seraya memukulnya lagi, pukulanku kali ini lebih keras karena aku sudah dibuat kesal olehnya.
“Hahaha... baiklah, kalau begitu aku teraktir Krystal ice cream. Sepuas-puasnya deh!”
“Benar nih?”
“Iya, tapi kamu bayar sendiri ya...”
“GD!!!” aku benar-benar kesal dibuatnya. Bercandanya tidak lucu. Dia terus menggodaku. Benar-benar menyebalkan! Aku ingin memukulnya lagi, tapi dia sudah berdiri.

******

“Maaf membuatmu lama menunggu,”
“Tidak, kamu cepat sekali.”
“Ini ice creamnya, sebagai kenang-kenangan hadiah untuk Krystal yang bolos pertama kalinya,”
“Apa?”
“Ini...!”
GD mengerahkan ice cream yang dibawanya untuk ku.
“Terima kasih... Apa aku harus mengganti ini?” tanyaku bercanda.
“Kalau bertemu lagi, kamu harus membelikan aku ice cream.”
“Apaan sih!” aku tertawa kecil.
“Itu sebagai gantinya... Aku tidak mau dirugikan!”
“Hahaha GD memang lucu.”
“Nah, ini untuk mu.” GD memberiku tissu. “Ini untuk bibirmu kalau kamu memakan ice creamnya berantakan. Aku tidak mungkin membersihkannya dengan bibirku kan?” lanjutnya sambil tertawa.
“Wah, GD perhatian sekali ya.”
“Benarkah?” Wajah GD mendekati mukaku.
“Untuk apa aku memberikanmu tissu sedangkan kamu tidak memakainya,” kata GD sambil membersihkan sisa ice cream di sudut bibirku dengan jari-jarinya yang lembut. Jarak wajah kami sangat dekat.
“Apaan sih! Dasar GD!”
Dia tertawa terbahak-bahak , aku benar-benar malu dibuatnya. Kemudian kami memakan ice cream itu bersama-sama.
“Perutku terasa penuh.” Aku berbaring di atas rerumputan.
“Krystal kan cuma makan ice cream.” GD ikut-ikutan berbaring di atas rerumputan.
“Tapi sebelum ke sini, di rumah aku sudah makan.”
“Bagaimana kita jalan-jalan sejenak untuk melancarkan pencernaan?”
“Mau ke mana?”
“Krystal maunya ke mana?”
“Ke mana ya...?” kataku berpura-pura seperti orang yang sedang berpikir.
“Ke...” aku belum menyelesaikan kalimatku, tiba-tiba saja bibirnya mencium bibirku.
Apakah kami sedang berciuman? Aku berciuman dengan anak laki-laki yang baru saja kukenal hari ini. Jantungku berdetak kencang.
“Apa kamu mau jadi pacarku?” bisik GD.
Aku mendorong tubuh GD agar dia sedikit menjauh dariku.
“Dasar bodoh! Aku sudah memiliki pacar! GD jahat!” bentakku membuat GD terkejut. Lalu aku berdiri dan meninggalkan GD yang masih berbaring di rerumputan.
Apa yang telah aku lakukan? Apa aku telah berselingkuh? Tidak, aku tidak salah. Ini semua salah GD! Seenaknya mencium orang lain.  Aku tidak pernah mau menduakan Sehun. Aku sangat menyayanginya.
Sepanjang perjalanan pulang aku terus mengusap-usap bibirku. Hari sudah mulai gelap. Aku melihat layar telepon genggamku, tidak ada telepon atau SMS dari Sehun.
“Sehun... Kenapa seharian ini kamu tidak telepon atau SMS aku?” gumamku.
Aku jadi teringat GD, bayangan saat GD menciumku terus terbayang diotakku. Hah~ Benar-benar menyebalkan!

******

Aku dalam perjalanan pulang sekolah. Aroma yang manis tercium dari toko bunga di sebelahku. Tanpa kusadari, aku menghentikan langkahku.
“Sehun! Akhirnya kamu membeli motor?” kataku pada Sehun yang sedang melihat-lihat bunga.
“Krystal?” dia tampak terkejut melihatku.
Lalu aku tersenyum, kemudian Sehun bertanya,
“Motorku bagus tidak?”
“Bagus!” kataku ceria.
“Berarti aku boleh menumpang?”
“Boleh.” Jawabnya singkat.
Ada perasaan kecewa dengan jawaban singkat Sehun. Tapi aku berpura-pura tenang.
“O iya, kemarin Sehun kenapa seharian tidak menghubungiku?” tanyaku.
“Maaf, aku pergi untuk mengurus motor ini.”
Aku menatap wajah Sehun lekat-lekat dan meminta kepastian darinya.
“Benarkah?”
“Iya.” Kata Sehun sambil tersenyum masam.
“Aku boleh membonceng ya, kapan-kapan.”
“Iya, aku janji. Kapan-kapan aku boncengin Krystal.”
“Benar ya...”
Tiba-tiba Sehun menjulurkan jari kelingkingnya di depan mataku.
“Baiklah Krystal! Ayo kita saling janji kelingking.” Kata Sehun padaku seolah aku ini anak kecil.
Dia tertawa kepadaku. Apaan sih! Dasar Sehun! Aku jadi bingung sesaat, tapi Sehun malah tertawa lebar.
Mataku menyipit.
“Baiklah! Janji kelingking!” seruku bercanda.
Kelingking kami saling bertautan.
“Aku berjanji, kapan-kapan aku akan membonceng Krystal!”
Sehun mengucapkan janji dengan serius. Seperti anak SD saja! Tanpa sadar aku jadi ikut-ikutan bertingkah seperti anak kecil dengan meniup kedua kelingking kami yang saling bertautan itu. Penjaga toko bunga itu tertawa melihat kelakuan kami. Segera kulepaskan kelingkingku dari kelingking Sehun.
“Sehun, kalau kamu melanggar janji kelingking, kamu gak perlu menelan seribu jarum,” kataku.
“Wah, Krystal baik ya.”
“Tapi, sebagai gantinya, kamu harus menelan sebuah jarum yang sangat besar.”
“Wah, takut!!” kata Sehun meringis.
Kami berdua tertawa terbahak-bahak.
Janji itu terjadi saat usai sekolah. Itu adalah kenangan indah bagi kami berdua. Karena itu akan menjadi janji kami yang pertama dan yang terakhir...

******

“Apakah kamu sudah dengar kalau Sehun akan pindah?” mendengar ucapan ibu dari telepon membuat jantungku berdetak kencang. Kenapa ibu bisa mengatakan itu?
“Kata siapa bu?”
“Ibunya Sehun yang mengatakannya pada ibu... O iya, seminggu lagi ayah sama ibu pulang. Kabarmu bagaimana Krystal?”
Aku menutup telepon ibu tanpa menjawab pertanyaannya. Aku benar-benar terkejut mendengar berita ini. Aku tidak bisa membayangkan jika tidak ada Sehun. Apa saat aku bolos kuliah dan Sehun seharian tidak memberiku kabar itu, karena dia sibuk mengurus kepindahannya? Kenapa dia tidak memberitahuku? Aku ingin menangis.
Jika melihat rumah Sehun yang terletak di dekat rumahku, senyum Sehun selalu terbayang di benakku.
“Aku kesal! Kenapa Sehun harus pindah?!” teriakku.
Aku ingin menunjukkan kesedihanku pada Sehun. Tapi aku kesal, kenapa dia tidak memberitahuku!
Dddrrrtt Dddrrrtt
Tiba-tiba telepon genggamku bergetar. Ada SMS yang masuk. Saat aku melihat, ternyata SMS dari Sehun.
“Bulan depan aku akan pindah pindah rumah.” Isi SMSnya.
Aku tidak mengerti, kenapa baru sekarang dia memberitahuku? Aku hanya bisa menatap isi SMS itu.
Aku jadi ingat janji di toko bunga. Penjaga toko bunga tertawa melihat janji kelingking kami. Saat-saat seperti itu, mungkin sudah tidak akan ada lagi.
Aku tidak dapat menunggu lagi. Sehun harus menepati janji itu. Hari kepindahannya sudah ada di depan mata, dan... mungkin dia sudah lupa sama janji itu. Mungkin Sehun terlalu sibuk mempersiapkan kepindahannya.atau mungkin, baginya janji itu tidak penting?

******

Besok adalah hari kepindahan Sehun. Aku melamun di jendela sambil menatap langit. Selamat tinggal Sehun... Aku jadi teringat hadiah pelangi yang di berikan oleh Sehun. Benar-benar hadiah yang sangat indah. Mataku mulai berkaca-kaca. Seperti bendungan yang jebol, air mataku mengalir dengan deras di pipiku. Selamat tinggal Sehun...
Aku sangat menyayangi Sehun. Biarpun kita beda universitas dan rumah kita berjauhan, semoga Sehun tidak melupakanku...
Pandanganku jadi kabur oleh air mata. Aku seolah-olah melihat bayangan Sehun. Menyebalkan! Aku menyeka air mataku dengan tissu dan melihat sekali lagi ke jendela depan rumahku. Tapi...
“Krystal! Kemarilah!”
Sehun sedang duduk di atas motor. Dia memandangku sambil melambaikan tangan. Itu benar-benar Sehun! Ada apa ya? Apa dia ingat dengan janjinya? Dengan terburu-buru aku bercermin, aku tidak mau kalau Sehun tau kalau aku habis menangis. Aku bergegas menyisir rambutku dan memakai bedak tipis di wajahku. Kemudian aku keluar rumah.
“Sehun?”
“Apa kamu ada waktu?”
“Ada.”
“Aku janji mau memboncengmu dengan motorku kan? Nah, pakai helm ini,” kata Sehun seraya menyerahkan sebuah helm kepadaku. Aku masih tidak percaya, Sehun ternyata ingat dengan janjinya.
“Kenapa bengong? Naiklah!”
“Aku baru kali ini naik motor bersamamu. Jadi deg-degan nih!” kataku sambil naik di belakang motor.
“Pegangan yang erat-erat ya? Saat membawa motor, aku seperti pembalap loh!”
“Hahaha baiklah...”
Dengan ragu-ragu aku memeluk Sehun dari belakang, lalu menempelkan mukaku ke punggung Sehun yang hangat.
Sehun membawa motornya sangat kencang kalau saja aku tidak memakai helm, mungkin rambutku sudah sangat berantakan seperti terkena angin topan.
Tiba-tiba air mataku mulai mengalir. Pelukanku semakin kuat. Aku tidak mau berpisah dengan Sehun!
“Sehun...” aku memanggil namanya sekuat tenaga.
“Iya? Ada apa?” jawab Sehun sambil terus mengendarai motor.
“Apa...”
“Ya?”
“Apa hubungan kita akan terus berjalan?”
“Apa? Tidak kedengaran. Bicaranya yang keras!” teriak Sehun yang masih fokus mengendarai motor.
Sepertinya suaraku tertelan oleh deru angin yang kencang.
“Apa? Kamu tadi bicara apa?”
“Gak, bukan apa-apa kok!” teriakku sambil menggelengkan kepala.

******

“Bagaimana  Krystal? Naik motor itu asik kan?” tanya Sehun tersenyum riang. Dia menghentikan motornya di depan rumahku.
“Iya, asik banget! Seperti naik Jet Coaster.”
“Jet Coaster?”
“Iya, Sehun mengendarai motor sangat cepat seperti pembalap.”
“Hahaha aku senang bisa membonceng Krystal.” Katanya sambil tertawa riang.
“Tapi kamu harus hati-hati...”
“Gak apa-apa, besok aku ajari cara mengendarai motor ya?” kata Sehun.
“Sehun kan mau pindah besok...”
“O iya ya, aku lupa.”
Dadaku tiba-tiba terasa sakit. Kami berdua terdiam.  Tiba-tiba Sehun mengangkat kepalanya dan menatap mataku.
“Krystal, terima kasih ya atas segalanya.”
“Apaan sih, Sehun! Seperti akan berpisah untuk selamanya saja.” Kataku dengan suara yang di buat seceria mungkin. Jangan mengatakan seolah-olah kita akan putus karena kepindahanmu ini, dasar Sehun! Rasanya aku ingin menangis.
“Terima kasih sudah memboncengku,” kataku lirih.
Aku berbalik membelakangi  Sehun dan berlari. Tapi sebelum aku membuka pintu rumahku, aku berbalik ke arah Sehun. Di luar dugaan, ternyata Sehun masih berdiri di samping motornya dan dia sedang memandangiku.
“Sampai jumpa Krystal!” teriak Sehun saat mata kami saling memandang satu sama lain.
“Aku akan sering-sering menelpon maupun mengirimu SMS!”
Sehun terdiam beberapa saat, lalu mukanya berubah menjadi merah.
“Aku tidak mau terus-terusan mendapat telepon atau SMSmu... itu seperti peneroran!”
Apa? Apa maksudnya?
“Sebagai gantinya, aku ingin selalu bisa bertemu denganmu...”
Aku tidak dapat mempercayai kata-katanya yang kudengar itu. Tiba-tiba air mataku mengalir, tapi aku membiarkan air mataku mengalir. Lalu aku berlari ke dalam pelukan Sehun.
“Sehun...”
Sehun membalas pelukanku dengan erat.
“Aku jadi cemas berpisah denganmu.”
“Jangan khawatir, aku benci perselingkuhan.”
“Benarkah?”
“Iya! Sudah, jangan berbicara seperti itu. Krystal hanya milikku!” kata Sehun.
Sehun meraih bahuku. Dia memegang pipiku dengan kedua tangannya. Aku memejamkan mataku. Lalu bibir Sehun menempel di bibirku. Cintaku telah tersimpan oleh sebuah ciuman dari Sehun...


The End...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar