Selasa, 27 Agustus 2013

[My FF] Sex with me? OK!

Author : Anita, & Lestary
Twitter : @Anita_Febriany & @Lestary_Petals
Title : Sex with me? OK! || Main Cast : Jiyeon (T-Ara), Suho (EXO-K), & Lay (EXO-M) || Support Cast : Minah (Girl’s Day) || Genre : Comedy (maybe), Romance || Rating : PG-15 || Lenght : Oneshot || Words : 3825
A/N :
“Mian, di FF Drabble saya ‘Kataomoi, Finally’ saya mengatakan akan ngepost Sequel FF NC saya ‘My Boyfriend is a DUCK!’. Jujur, FF-nya dikit lagi selesai tapi tiba-tiba filenya error >< gak tau abis mencet tombol apa!!! Dan saya belum ngetik ulang, soalnya inspirasinya hilang. Jeongmal mianhae. *aduh, malah jadi curhat gini!* ” – Anita
Inspiration:
Korean drama ‘I hear your voice’
Summary :
Aku tidak pernah menginginkan kemampuan ini. Tapi, aku sangat tertolong karenanya. Dasar pria bodoh! Cih, kau pikir aku gadis macam apa?! Aku bisa baca baca pikiran mesum mu dengan sekali melihat matamu. Mulut bisa berbohong, tapi apa yang sedang kau pikirkan adalah kebenaran. ‘Sex with me?’ Ha! Ha! lucu sekali, dan tentu saja menantang… ‘OK!’ siapa takut.
—————————
 
“Jiyeon, sudah lah… kau putuskan saja kalau kau tidak suka padanya,”
Aku benci sekali kalau sudah diceramahi olehnya! Hah~ dia lebih cerewet dari eomma ku!
“Arraseo, arraseo,” jawabku malas, lalu aku bangkit dari tempat dudukku dan bergegas keluar kelas.
Minah tiba-tiba saja menahan tanganku dan menatapku dengan tatapan tidak percaya.
“Apa dia serius?”
“Apa??? Jangan menatapku seperti itu! Apa kau akan bertanya pada ku ‘Apa dia serius?’ Ya, aku SERIUS!” kataku yakin dengan memberi tekanan pada kata ‘serius’.
“A-aniyo…”
Ck! Bahkan dia menyangkalnya.
“Sudah lah, ayo kita ke kantin!”
***
“Apa kau benar-benar akan melakukannya?”
“Iya,” jawabku singkat lalu kembali meminum minuman ku.
Sudah hampir beberapa menit aku dan Minah menunggu Lay di kantin sekolah, bahkan sesekali aku melirik jam tanganku untuk memastikan kalau jam pelajaran belum di mulai. Tapi batang hidung pria itu tak kunjung terlihat.
Aisssh! Kemana pria itu?!
Aku menatap Minah yang terlihat gugup.
“Apa dia tidak masuk lagi? Aku rasa ini karena Jiyeon!”
“Ada apa dengan ku, hah?” bentakku pada Minah, sontak membuatnya terkejut.
“Ne?”
“Katakan pada ku, ada apa dengan ku? Aku punya salah apa pada Lay?!”
“Ka-kau tak salah apa-apa Jiyeon. Hahaha kau ini kenapa, kita tunggu saja… Lay pasti datang.”
Aku terus menatap Minah dengan kesal. Gadis itu terlihat menutupi sesuatu dariku. Dari nada dan caranya berbicara terlihat jelas kalau ia sedang berbohong.
Minah menatapku sekilas, lalu kembali melihat-lihat sekeliling kantin. “Aku harap Lay masuk,”
Aku yang ingin memutuskan Lay, tapi kenapa dia yang gugup? Lay itu kan pacar ku!
Aku terus menatap Minah, Minah terlihat sangat gugup. Bahkan sesekali ia mengusap kedua telapak tanggannya, padahal udara di kantin ini tidak terasa dingin.
“Sudah lah, Lay tidak ke kantin,” ucapku dengan nada kesal. Saat aku hendak berdiri dan mengambil langkah untuk meninggalkan kantin, Minah menahan tangan ku.
“Sepulang sekolah nanti, kalau kau ketemu Lay. Kau harus mengatakannya,”
Apa dia benar-benar menginginkan aku dengan Lay putus?
“Emm, Minah?” panggilku. Ia pun menatapku.
“Aku… aku tidak akan memutuskan Lay,”
“Mwo?”
Kenapa dia sampai sekejut itu…?
“Aku tidak mau putus dari Lay,”
“Wa-wae? Kau bilang kan kau tidak suka padanya? Kau hanya mau mempermainkannya, karena sahabatnya Lay itu telah mempermainkan mu…” ucapnya panjang lebar. “Dan sekarang kau bilang, kau tak mau putus darinya. Kasihan Lay, Jiyeon…”
Minah benar, aku sudah mempermainkan Lay. Untuk membalas semua perlakuan Suho padaku, aku mendekati Lay. Karena Lay adalah sahabatnya Suho.
Aku mulai berjalan, meninggalkan kantin dan tentu saja meninggalkan Minah yang masih duduk di kantin.
“Kemana pria pikun itu!” gumamku kesal.
Aku terus berjalan tanpa melihat sekelilingku, dan…
BRUKKK
Aku menabrak seseorang.
“Mianhae,” ucapku sambil membungkukan sedikit badanku. Saat aku mengangkat wajahku, “Lay?”
Ia pun tersenyum tipis.
“Kau kemana saja? Ada yang ing-“
Ucapanku terhenti, aku menatap mata Lay dan membaca apa yang sedang ia pikirkan, “Harus kah aku kabur?”
Kabur?
Aku langsung menggenggam kedua tangannya, ia pun terkejut dan berusaha melepas genggamanku.
“Kalau kau kabur, kau akan mati!” ancamku.
Aku lalu menarik tangannya paksa menuju taman belakang sekolah.
Sesampainya di taman belakang sekolah…
“Bisakah kita bicara saat pulang sekolah saja?”
Aku melepas kedua tangannya, “Aku tidak mau kau kabur!” ucapku tajam.
“Ka-kabur? Hahaha untuk apa aku kabur? Kau ini kan pacarku,” ucapnya gugup, “Maaf kan aku Jiyeon,”
Maaf? Untuk apa?
“Ke-kenapa kau terus menatapku…? katanya ada yang ingin kau bicarakan, cepatlah. Nanti keburu bel masuk berbunyi.”
“Tidak, tidak jadi.”
“Mwo?”
“Aku hanya ingin berduaan saja dengan mu,”
Mendengar ucapanku, wajah dan telinga Lay memerah.
***
“Minah, kau pulang duluan saja,”
“Waeyo?”
“Aku ingin pulang berdua dengan Lay,”
“Lay?” tanyanya, “Jadi dia masuk?”
“Lay masuk hari ini,” kataku sambil tersenyum.
“Be-benarkah? Geurae, aku pulang duluan ya. Annyeong!” ucapnya, lalu berjalan meninggalkan ku. Sekarang, tinggal aku sendiri di dalam kelas.
“Jiyeon?” panggil seseorang.
“Ne?” aku menoleh ke arah suara, “Lay?”
Ia tersenyum, dan berjalan menghampiriku.
Saat aku sudah selesai merapikan buku-buku ku, dan akan membalikan tubuhku. Aku merasakan tangan Lay melingkar di pinggangku, “Lepas. Kalau tidak, akan ku patahkan tanganmu!”
Ia langsung melepasnya, “Kejam sekali…”
“Kenapa diam saja, ayo!” aku memukul lengan Lay pelan, lalu berjalan meninggalkan Lay yang masih berdiri di dalam kelas.
Apa ucapanku terlalu kejam? Aku berkata begitu karena aku mau menutupi debaran jantungku. Hah~ kau benar-benar bodoh Park Jiyeon!
“Jiyeon?” panggil Lay menyadarkan lamunanku.
“Wae?” tanyaku bingung, karena Lay tiba-tiba saja memberhentikan langkahku.
“Kita… terkepung,” jawabnya hati-hati.
Kita?
Mendengar ucapan Lay, aku langsung melihat sekelilingku. Dan, benar! Di depan ku dan Lay berdiri seorang pria bertubuh kekar namun pendek, mungkin tingginya sama denganku 165cm. Di sebelah Lay berdiri pria bertubuh gemuk, dan di sebelahku berdiri seorang pria bertubuh kurus namun kurusnya benar-benar kurus seperti seseorang yang tidak pernah makan setahun!
Aku menatap pria itu bergantian, dan membaca pikiran mereka satu persatu.
“Aku lapar, apa mereka punya makanan?” kata pria bertubuh kurus di sebelahku.
“Pria ini seksi,” kata pria gemuk di sebelah Lay.
Aigoo~ sepertinya dia homo!
“Gadis yang cantik, aku akan menculiknya dan melakukan sex dengannya. Sudah lama aku tidak menyentuh gadis SMA,” kata pria yang ada di depan ku dan Lay.
Mau melakukan sex dengan ku? Cih, Dasar pria bodoh!
Ketiga pria yang akan berbuat macam-macam pada ku dan Lay itu berjalan perlahan mendekati aku dan Lay.
“Kit-kita kabur saja,” bisik Lay.
Seketika aku punya ide. Aku mengambil roti yang ada di dalam tasku dan membuangnya, “ADA BOM!!!” teriakku histeris sambil menunjuk ke arah roti yang ku buang. Ketiga pria bodoh itu pun terlihat panik dan melihat ke arah yang aku tunjuk.
“Lari!!!” teriakku, dan dengan cepat aku menarik tangan Lay.
Kami terus berlari tanpa arah, di benak ku yang terpenting berlari sejauh mungkin dari ketiga pria bodoh itu.
Akhirnya kami berhenti tepat di depan sebuah hotel, karena aku sudah lelah berlari dan aku pikir Lay juga demikian jadi aku memutuskan untuk berhenti berlari.
“Kau capek?” tanya ku pada Lay, ia terlihat sangat kelelahan.
“Ne,” jawabnya sambil mengatur napasnya yang kelelahan.
Saat Lay akan duduk, “Jangan duduk di sini, kau buat ku malu! Kita masuk saja,” ucapku lalu menarik tangannya lagi untuk masuk ke dalam hotel.
“Ki-kita mau ngapain?”
Aku tidak mendengarkan ucapnnya dan terus masuk ke dalam hotel.
***
Aku memperhatikan Lay yang terlihat salah tingkah.
“Wa-wae? Jangan melihatku begitu!”
“Pantas saja pria gendut itu bilang kau seksi,”
“Mwo?”
“Ani,”
Aku pun meninggalkannya, berjalan menuju dapur untuk mengambil minum.
Aku dan Lay sekarang berada di dalam kamar hotel ku. Aku memang selama ini tinggal di sini, karena ayahku pemilik hotel ini. Ayah dan ibu ku sudah bercerai, aku ikut dengan ayah jadi bisa menikmati semua fasilitas ini. Aku malas tinggal di rumah ayah yang besar, tinggal di hotel lebih nyaman. Ayahku orang kaya, berbeda dengan ibu ku!
Selesai mengambil minum, aku kembali ke tempat Lay. Lay masih ribet dengan baju tidur yang aku berikan, mungkin karena kebesaran jadi dada bidangnya terlihat dan ia tidak mau aku melihatnya jadi ia berusaha menutupinya.
“Ini,” aku memberikan minuman kepadanya, tapi ia hanya menatap gelas yang aku serahkan.
“Apa minuman itu sudah di campur obat perangsang? Ottokhe? Aku belum siap,”
“Tenanglah. Minuman ini tidak aku racuni…” ucapku santai.
“Tapi…”
Ck! Memangnya aku terlihat seperti gadis yang mesum!
“Aku juga tidak mencampurkannya dengan obat perangsang!” kali ini ucapanku terdengar kesal.
“Kenapa dia seperti bisa membaca pikiran ku?”
“Ya sudah kalau kau tidak mau!” aku pun meminum minuman itu sampai habis, dan Lay terus memperhatikanku dengan ekspresi bingung.
Setelah air minum itu habis, aku berjalan menuju dapur dan meletakan gelas itu di atas meja.
“Kapan aku bisa pulang?” tanya Lay sambil berjalan menghampiriku.
“Sekarang juga bisa,”
“Ta-tapi bajuku…”
“Karena kita sudah berlari sampai ke hotel ini, jadi aku cuci seragammu. Kalau kau mau pulang sekarang, pulang saja dengan memakai baju tidur ayah ku itu,”
“Ba-baiklah, aku akan tunggu sampai kering. Kapan kira-kira keringnya?” tanya Lay.
Aku melirik jam dinding yang ada di dapur.
“Emm, nanti malam.”
“Nanti malam?” ia terkejut, “Aku tidak bisa berlama-lama di sini!” ia menjatuhkan dirinya di atas kursi dapur.
Aku tidak memperdulikannya, dan berjalan keluar dapur.
“Kau mau kemana?” tanyanya sambil berteriak karena aku sudah meninggalkannya sendiri di dalam dapur.
Aku menghempaskan tubuhku di atas tempat tidurku, “Nyaman” gumamku.
Tiba-tiba aku merasakan ada seseorang yang sedang memperhatikanku di depan pintu, saat aku meliriknya ternyata Lay. Ia sedang berdiri di depan pintu, “Kau sudah mau tidur?” tanyanya.
“Hm, wae? Kau mau tidur denganku?”
“A-aniyo,” jawabnya gugup. “Da-dasar… dia selalu membuat jantungku berdebar-debar,” lalu ia pergi.
Aku selalu membuatnya berdebar-debar? Membaca pikiran Lay itu, membuatku tersenyum bahagia. Bahkan, aku sampai memeluk bantal yang ada di sebelahku dan menciumnya.
***
“Wow, Park Jiyeon. Kau sangat cantik hari ini,”
Aku pun menepis tangannya yang akan menyentuh wajahku.
“Dengar ya Suho, kita sudah tidak ada urusan. Minggir! Aku mau masuk kelas,”
Saat tanganku akan mendorong tubuhnya agar menjauh dariku, tiba-tiba saja Suho meraih tanganku dan menarik tubuhku ke hadapannya. Dan… Suho mengecup bibirku.
“Yakk!!” aku mendorong tubuhnya sampai ia terjatuh dan aku berlari menuju toilet.
Sesampainya di dalam toilet, aku mencuci mukaku dan tentu saja menbersihkan bibirku dengan air. Aaarrrggghhh dasar orang mesum! Berani-beraninya dia mencium ku di sekolah! Kalau tadi ada yang melihatnya bagaimana? Oh~ jjinjja, napeun neo!
BRAKKK BRAKKK BRAKKK
Aku menendang-nendang pintu toilet untuk melampiaskan rasa kesalku.
“Park Jiyeon!!! Apa yang sedang kau lakukan!!!” teriak bu kepala sekolah dari dalam toilet. Aku benar-benar tidak tau kalau ada bu kepala sekolah di dalam toilet.
Saat akan kabur, kerah baju ku sudah di tariknya. Dan beliau menyeret ku keluar toilet dengan cara menjewer kupingku.
“Sakit…” ringisku sambil memegangi kupingku yang masih di jewer bu kepala sekolah.
Sepanjang kami berjalan, seisi sekolah memperhatikanku. Ah~ memalukan! Akan ku balas kau Suho!!!
Bu kepala sekolah melepas jewerannya, “Dia sudah bikin keributan, biarkan dia belajar sini!”
Mataku membulat, “Mwo?”
“Aku akan mengawasinya, tenang saja bu.”
Bu kepala sekolah menganggukan kepalanya sekali, lalu pergi meninggalkan ku.
Aku sekarang berada di pos satpam sekolahku, dan di hadapan ku sekarang adalah seorang satpam yang umurnya sekitar 30 tahun dengan kumis yang cetar membahana.
“Kau ini cantik tapi pagi-pagi sudah bikin keributan!” satpam itu memukul kepalaku.
Aisssh~ Jjinjja!
“Jangan menatapku! Sebentar lagi bel masuk, dan kau belajar di sini sesuai perintah bu kepala sekolah,” ucapnya, lalu ia memakan kue yang ada di mejanya, “Jangan menatapku!!!” bentaknya, membuat kue yang ada di dalam mulutnya tersembur keluar mengenai wajahku.
Yakk!!! Itu menjijikkan!!!
***
Aku menghempaskan tubuhku di atas sofa.
Hah~ hari yang menyebalkan! Akan ku balas kau Suho!!!
Tin-Ding!
Terdengar suara bel dari kamar hotel ku.
Aku baru pulang sekolah, tapi sudah ada tamu! Siapa?
Dengan malas, aku bangkit dari atas sofa dan berjalan menghampiri pintu.
Sesampainya di depan pintu, aku langsung membukanya, “Kau?” aku terkejut melihat seseorang yang ada di balik pintu itu. Saat aku akan menutup pintunya pria itu langsung menahannya dengan cepat.
“Mau apa kau? Pergi!!!”
“Cepat buka!!!”
“Kalau kau berani masuk, akan ku panggilkan satpam agar kau di seret keluar!” bentakku.
Aku terus berusaha menutup pintu tapi selalu di tahan olehnya. Ia tak mau kalah, jadi kami terus saling menarik gagang pintu itu sampai pengunjung hotel yang melewati kamar hotel ku memperhatikan kelakuan kami.
Aisssh! Ini membuatku malu! Aku benar-benar akan membalas mu!!!
Akhirnya aku mengalah, “Masuk lah,” ucapku ketus. Lalu aku berjalan masuk, menghampiri sofa.
Ia pun menutup pintu kamar hotel ku, dan berjalan mengikutiku sambil tersenyum penuh kemenangan.
Aku duduk di atas sofa tempatku barusan, “Mau apa kau ke sini?” tanyaku, masih dengan nada ketus.
“Kau ini! Bisa kah kau bersikap manis? Aku ini tamu,”
“Aku tidak mengharapkan tamu sepertimu!”
“Aku tau,” ucapnya sambil melihat-lihat seisi ruangan kamar hotelku. Matanya tak pernah lepas memperhatikan tiap inci kamar hotel ku. Aku menatap matanya, dan mencoba membaca apa yang sedang ia pikirkan.
“Kamar sebesar ini apa hanya dia sendiri? Tidak mungkin, Lay pasti sering menginap di sini,”
“Lay tidak pernah menginap di sini!” ucapku santai, kali ini nada bicaraku tidak ketus lagi.
Mendengar ucapanku, Suho membulatkan matanya tidak percaya, “Be-benar kah?”
Aku menganggukan kepala ku.
“Berarti aku akan sering menginap di sini,” ucapnya sambil tersenyum senang.
“MWO???”
Aku bangkit dari atas sofa, dan mengambil bantal yang ada di sana lalu memukulinya bertubi-tubi tanpa ampun.
“Yakk!!” ia merebut bantal itu, dan…
BRUKKK
Aku terjatuh tepat di atas tubuhnya.
Deg! Jantungku berdetak kencang. Wajahnya hanya berjarak lima senti dari wajahku, dan mata kami saling bertemu.
Aku berusaha melepaskan diri dari atas tubuhnya, tapi ia malah memelukku.
Dasar orang mesum! Berani berpikiran menyentuhku, akan ku hajar kau!
“Yaa~ Suho-ssi, Cepat lepaskan aku!!!” aku memukulnya dengan keras, dan akhirnya ia melepaskanku.
“Kau ingin membuatku mati dengan pukulanmu itu, hah?” bentaknya. Tapi aku hanya tersenyum sinis padanya dan kembali duduk di sofa.
“Apa kau begini karena aku dulu sudah mempermainkanmu? Hahaha jadi kau ingin membalasnya?” tanyanya meremehkan, lalu ia membenarkan posisi duduknya.
Aku hanya diam mendengar ucapannya. Dan rasanya jantungku berdetak kencang, bukan karena aku merasakan debaran suka atau cinta. Lebih seperti di tusuk ribuan jarum, sakit…
“Aku sudah melupakannya,” ucapku lirih.
“Benarkah?”
Aku merasakan tangannya mulai mengelus kedua pahaku, buru-buru aku menepis tangannya.
“Dengar, kalau kau berani macam-macam padaku. Aku benar-benar akan menghajar mu!” ancamku. “Kau pikir aku gadis macam apa,” gumamku. Tapi ia malah tersenyum sinis dan menjauhkan kedua tangannya.
“Lay pasti belum pernah melakukannya dengan mu. Aigoo~ Kasihan sahabatku itu,” sindirnya.
“Lay itu berbeda dengan mu!” ucapku tajam.
Ia tersenyum sinis lagi. Aku benci senyum menyebalkan itu!
“Mungkin bukan Lay yang salah, tapi kau! Di luar terlihat sok kuat, tapi di dalam? Hahaha mungkin baru di sentuh dengan satu jari saja, kau sudah mimisan,”
“Mwo? Yaa~ Kau ingin menantangku?” tanyaku sambil membuka baju seragam sekolah ku sendiri.
“Hahaha tentu saja…” ucapnya sambil ikut-ikutan membuka baju seragamnya sendiri.
Saat kancing baju seragamku sudah terbuka, aku langsung membuang baju seragamku ke sembarang arah. Ia juga melakukan hal yang sama.
Sekarang aku hanya mengenakan kaos tanktop, untungnya bra ku tidak langsung terlihat karena tertutup oleh tanktop ku yang berwarna pink. Dan Suho pun juga sama, dada bidangnya tidak langsung terlihat karena ia menggunakan kaos putih polos.
“Apa mau kita teruskan?” tantangnya.
“Tentu saja,” tantangku balik.
Aku terus menatap matanya, untuk mencoba membaca pikirannya.
“Jangan terus menatapku, nanti kau naksir…” narsisnya.
Cih, narsis sekali… menyukaimu dulu adalah ke salahan terbesar ku. Dan itu tak akan terulang kambali!
Aku mengalihkan pandanganku ke sisi lain, tidak memperdulikan ucapannya.
“Yaa~ apa permainan selesai sampai di sini?” tanyanya dengan nada seperti menantang lagi.
Aku menatapnya kembali.
“Sepertinya ini akan menarik,” Ia tersenyum penuh kemenangan.
“Kita sudahi sampai di sini,” ucapku santai, sontak membuat senyum kemenangan di bibir Suho perlahan menghilang. “Aku lapar, apa kau tak lapar?”
***
“Habis ini, kau pulang!”
“Arraseo,” jawabnya. Lalu ia kembali menyantap makanannya dengan lahap. “Ah, baju mu lucu. Beli dimana?” tanyanya.
Sebelum aku menjawab pertanyaannya, aku melihat baju yang ku pakai. Panda, baju yang ku pakai bergambar panda. Dia bilang ini lucu? Bagiku biasa saja!
“Bisakah kau tidak bicara saat makan? Telan dulu makanan di dalam mulut mu, baru bicara…” ucapku kesal sambil mengetuk-ngetuk meja dengan kedua sumpitku.
Ia pun menundukan kepala, lalu kembali menyantap makanannya.
Tidak ku sangka aku akan makan berdua dengan Suho di meja makan. Biasanya aku hanya makan sendiri. Ayah selalu berangkat pagi, lebih pagi dari aku yang bersekolah. Dan ayahku selalu pulang malam, jadi aku selalu makan sendiri di meja makan ini.
Saat sedang makan, sesekali aku melirik Suho. Ia terlihat menikmati makanan yang aku berikan. Padahal di atas meja hanya ada kimchi, ramen, dan telur gulung. Aku dengar, Suho adalah anak orang kaya. Aku dulu menyukainya, sangat menyukainya. Tapi aku tidak tau latar belakang keluarganya. Aku tau dia anak orang kaya saja dari Minah. Saat ia mempermainkan aku dengan cara mengatakan aku ini gadis yang lemah di depan teman-temannya, aku jadi sangat membencinya. Dan aku berkenalan dengan Lay, karena Lay adalah sahabatnya. Aku berniat ingin melampiaskannya pada Lay, tapi aku tidak bisa. Pria pikun itu sudah membuat hati ku berbunga-bunga. Tapi yang tidak bisa ku mengerti sampai saat ini adalah, kenapa ia berpikir ingin kabur dari ku? Dan meminta maaf pada ku? Dan Minah juga! Ada apa dengan mereka…?
“Jiyeon?” panggil Suho menyadarkan lamunanku. “Kenapa kau melamun saja…”
“Aniyo,” bubu-buru aku tersenyum, “Cepat habiskan makanan mu, lalu pergi dari sini.”
“Makanan ku sudah habis,”
“….”
Aku lalu melihat piring dan mangkuknya. Benar, sudah habis… Dan aku melihat piring dan mangkuk ku. Masih ada…
Aku terdiam sejenak. Saat aku akan membuka mulutku untuk bicara padanya, aku tak sengaja melihat matanya dan yang sedang di pikirkan Suho terbaca olehku.
“Bisa kah aku tinggal bersamanya?  Ani, tidak mungkin. Gadis sadis seperti dia mana mau menampungku.”
“Ada yang ingin kau bicarakan padaku, Suho-ssi?”
“A-ani,”
Aku menyipitkan kedua mataku, “Benarkah?” tanya ku untuk memastikan.
Aku tau ia sedang berbohong. Mulutnya bisa berkata ‘tidak’ tapi apa yang sedang ia pikirkan itu kebenaran, yang di pikirkan tidak sama dengan yang di ucapkan!
“Jangan terus menatapku seolah-olah kau mencurigaiku!”
“Tampang seperti mu itu memang harus di curigai!” ucapku tajam.
Aku pun bangkit dari tempat dudukku, dan berjalan pergi keluar dapur.
“Yaa~ Kau tidak merapikan ini semua?” tanyanya sambil menunjuk ke piring dan mangkuk bekas kami makan.
“Kau harus bersihkan! Kau kan tamu yang tak di undang!” teriakku dari ruang depan, karena kau sekarang sedang berada di ruang depan.
Suho menghela napas berat, lalu membereskan semuanya.
***
Aku melirik jam dinding di ruangan depan.
“Ini sudah malam… kau tidak pulang?”
Pertanyaanku memecahkan keheningan di antara aku dan Suho. sudah hampir tiga jam kami berdiam dan hanya duduk di ruang depan berdua.
“Aku… sebenarnya aku tidak ingin pulang,”
Bingo! Akhirnya dia mau jujur.
“ Wae?” tanyaku.
Ia terdiam sejenak untuk berpikir, “Aku… bosan di rumah,”
“Ku dengar kau orang kaya? Kenapa bosan di rumah? Bukannya-“
Aku belum menyelesaikan ucapanku, ia langsung memotongnya, “Di sini lebih nyaman,”
Nyaman?
Mendengar pengakuan Suho, membuatku tertegun.
“Aku juga bosan di rumah, makanya aku tinggal di hotel. Di sini lebih nyama, banyak orang. Ketimbang di rumah, hanya aku dan beberapa pembantu di sana,” cerocosku.
Suho pun menganggukan kepalanya, setuju.
Tin-Ding!
Terdengar suara bel kamar hotelku.
“Siapa yang datang? Ayah mu?” tanya Suho, ia terlihat sedikit panik.
“Tidak, ayah ku tidak mungkin pulang jam segini. Ini baru jam sembilan malam, ayahku biasa pulang jam dua belas malam,” ucapku sedikit menenangkan Suho. tapi jujur saja, aku juga sedikit panik. Kalau benar itu ayahku, bagaimana? Beliau kalau melihat ku berdua dengan seorang pria di dalam kamar hotel, aku bisa mati di gantung!
Aku bangkit dan berjalan menghampiri pintu. Sesampai di pintu, dengan perlahan aku membukanya.
“Lay?” aku terkejut bercampur senang, ternyata yang menekan tombol bel kamar hotelku adalah Lay bukan ayah ku.
“Ada apa?” tanya ku. Ia tak menjawab ucapanku, dan hanya tersenyum. Namun terlihat kalau ia ke bingungan.
Aku lalu membalas senyumannya tapi mataku berusaha menatap matanya, karena aku ingin membaca pikirannya.
“Ottokhe? Haruskah aku pergi? Atau… ani ani ani, aku sudah sampai di depan kamar hotelnya, aku tidak boleh pergi,”
“Ada apa?” tanya ku lagi.
Tapi ia masih diam dengan pikirannya.
“Masuklah, ada Suho di dalam.”
Matanya membulat, “Suho?”
Aku menganggukan kepala sekali, lalu masuk ke dalam. Lay yang masih berdiri di luar, ikut masuk mengikuti ku.
“Suho? Kau ngapain di sini?” tanya Lay saat bertemu dengan Suho.
“Main,” jawabnya santai.
“Main???” Lay terlihat kebingungan. Namun aku diam dan kembali duduk. Aku tidak mau membaca apa yang sedang di pikirkan Lay sekarang. Aku tidak menginginkan kemampuan ini, membuat kepala ku pusing saj! Tapi… aku sangat tertolong karenanya.
“Ne, kau sendiri? Malam-malam begini mau ngapain ke hotel Jiyeon?” tanya Suho balik.
“Aku… aku hanya main,” jawab Lay gugup.
Suho tertawa mendengarnya. Bahkan aku yang mendengarnya saja ingin tertawa, tapi aku tahan.
“Tidak mungkin hanya main, pasti ada sesuatu!”
Mendengar ucapan Suho, aku langsung menatap Lay. Aku ingin membaca pikirannya, karena aku juga penasaran untuk apa Lay malam-malam datang ke hotel ku? Tidak biasanya… Pasti benar kata Suho, pasti ada sesuat!
Lay masih diam untuk memikirkan jawaban yang tepat, dan aku terus menatapnya menunggu. Namun sudah beberapa menit berlalu, Lay masih diam dan tidak ada kata-kata yang di pikirannya terlintas. Bahkan kata-kata yang keluar dari mulutnya tidak keluar dari mulutnya. Suho yang sedari tadi berbicara dengan Lay pun merasa kalau Lay itu tidak memperdulikan ucapannya.
“Sudah lah, lupakan!” akhirnya Suho menyerah karena Lay tak kunjung menjawab ucapannya.
“Sekarang kita main saja bertiga, menghabiskan malam bersama. Mumpung sekarang malam minggu,” ucap Suho santai.
Malam minggu? Jangan-jangan… Lay…
“Lay?” panggilku, Lay pun menoleh ke arah ku.
“Ayo kita malam mingguan,” ajakku.
Lay terlihat terkejut, tapi beberapa saat ia langsung menganggukan kepalanya.
Aku tersenyum senang, lalu aku bangkit dari tempat dudukku. Saat aku akan meraih tangan Lay, Suho langsung menepisnya.
“Kau mau kemana, hah? Kau tidak boleh meninggalkan tamu sendirian!”
“Kau kan tamu tak di undang! Kalau tidak suka sendirian, ya pulang saja!”
Suho bangkit dari tempat duduknya, “Apa? Yaa~ Kau tidak boleh mengusir tamu!” bentaknya dengan suara yang sedikit meninggi.
“Terus mau mu apa?!” bentakku dengan suara tak kalah tingginya.
“Sex with me!”
Cih! Ia pikir aku gadis macam apa! Pacar bukan, berani-beraninya ia meminta itu!
“OK!” jawabku tegas. Aku tidak mau di pandang lemah olehnya!
Lay yang sedari tadi melihat keributan antara aku dan Suho, hanya terdiam dan sesekali membulatkan matanya tak percaya.
“Lay, kau bisa keluar sebentar. Aku ingin melakukan hal menjijikan itu padanya,” ucapku sambil menunjuk ke hidung Suho. karena Lay masih diam mematung, aku pun menyeretnya keluar.
Lay sekarang sudah berada di luar kamar hotelku. Sesekali Lay mengetuk sambil memanggil namaku dari luar. Tapi, biarkan saja! Aku lalu berjalan menghampiri Suho sambil membuka kancing bajuku satu persatu, ia terlihat senang.
“Ayo, kita mulai saja!” ucapku santai.
.
-Dua puluh menit kemudian-
Aku membuka pintu kamar hotelku dengan perlahan.
“Apa kau sudah lama menunggu?” tanyaku. Pria yang sedang berdiri membelakangi pintu kamar hotel ku itu pun menoleh ke arah ku.
“A-apa… kau…” ia mencoba memastikan, namun sebelum ia berkata sesuatu aku buru-buru tersenyum padanya.
Ia pun membalas senyumanku.
Aku menutup pintu kamar hotelku, “Ayo! kita malam mingguan, masih ada waktu.” ajakku. Lalu aku menggenggam tangan Lay, dan akhirnya kami pergi.
Di sisi lain…
“Jiyeon!!! Ku bunuh kau!!! Dasar gadis sadis!!!” teriak Suho dari dalam kamar mandi. Suho yang aku ikat dan aku masukan ke dalam kamar mandi terus saja berteriak-teriak.

-THE END-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar